Ironi

TUJUH tahun 5 bulan dan 29 hari, Bayu akhirnya duduk berjas dan berdasi di hadapan lima orang dosen penguji skripsi. Penantian panjang. Kalau tak ujian hari ini, DO-lah Bayu esok harinya. Berlinang air mata ibunya di kampung mendengar kabar ini kemarin. Dan sore ini pun, seekor kambing sudah siap dipotong untuk syukuran. Belum wisuda, baru sampai tahap ujian skripsi saja. Mungkin nanti setelah wisuda, wayang dan kuda kepang akan digelar sebagai hajatan.

Masa studi terlama dalam sejarah jurusan bukan tanpa sebab. Bayu abai dengan studinya. Fasilitas yang diberikan orang tua untuk kuliah malah disia-siakan. Tapi kehidupan baru akan dimulai setelah wisuda. Menyandang gelar sarjana menyebabkan fasilitas orang tua dicabut. Bayu harus mandiri, lamaran kerja harus segera disebar.

Nasib baik masih berpihak kepada Bayu. Bersama beberapa orang, hari ini dia telah sampai tahap wawancara di sebuah perusahaan. Tanpa pengalaman kerja, tanpa pengalaman organisasi, IPK pas-pasan, dan tanpa keahlian, entah apa yang akan dijualnya saat wawancara. Satu persatu pelamar kerja keluar dari ruang Direktur dengan wajah murung. Tiba giliran Bayu, lebar senyumnya, gagah jalannya memasuki ruangan Direktur. “Hai Om, kapan Bayu mulai kerja?

 

Penulis : Deny Rendra (dalam buku Rampai Pentigraf Riau #1)

Related posts