AKU muak dengan hujan, teriak kak Yoza. Huush, tanteku menegurnya. Hujan itu penuh berkah sayang kata tante. Hujan menumbuhkan seluruh kehidupan, lanjut tante. Kemudian tante masuk ke kamarnya. di luar hujan semakin lebat, semakin gelap dan semakin dingin.
Sudah hampir dua minggu kota ini diguyur hujan. di beberapa titik sudah terlihat genangan air yang lebih tepat di sebut lokasi banjir. Di daerah lain sepertinya juga terjadi hal yang sama. Aku masih tetap di rumah sepupuku untuk menyelesaikan skripsiku.
“Keletaaaak, praaak, buuuuk,” keras suaranya, seperti suara benda yang dilemparkan ke dinding papan. Dan suara itu selalu terdengar di setiap malam Jum’at dari kamar tanteku. Dilanjutkan suara tangisan tante, dan Oomku biasanya langsung keluar untuk membakar rokok di teras. Kali ini di kala hujan, ritual dan suara yang sama terjadi, namun diimbuhi dengan jeritan tertahan kak Yoza dari kamarnya memanggil Mas Raul suaminya yang sudah tiga bulan dinas luar kota. Apakah aku harus membenci hujan juga?
Penulis : Moris Adidi Yogia