BELUM terlalu larut ketika aku sampai kosan. Hujan sedari petang mengakibatkan banyak ruas jalan di Pekanbaru digenangi air. Beruntung motorku tidak mogok di tengah banjir itu. Hanya saja sepatuku jadi korban, basah kuyup dan kotor. Motor kuparkirkan di samping, tempat biasa. Dari sini ada tangga langsung menuju kamarku di lantai dua nomor 8, tepat di tengah.
Sebelum naik, kubuka mantel hujan. Alhamdulilah ransel berisi komputer jinjing dan kamera aman. Tapi dingin ini membuatku lapar.
Aku beruntung lagi. Kedai Kak Ros, ibu kos, di bawah tangga masih buka. Aku bergegas ke situ, tapi kaki terasa berat dilangkahkan. Mungkin karena sepatuku masih basah, pikirku. “Mi rebus, Kak. Eh tumben wangi.” Kak Ros tak menjawab, hanya tersenyum. “Oh ada Rindu, belum tidur Rin?” aku menyapa bungsu Kak Ros yang sedang main boneka di depan kedai. “Belum om. Om, itu ada tante,” katanya. Aku menoleh sekeliling. Mencari siapa tante yang dimaksud Rindu. Seperti mengerti aku mencari, Rindu berucap, “itu dia lagi pegang kaki Oom. Pakai baju putih. Tuh dia lihatin Rindu. Om tak lihat ya?”
Penulis : Abbas Abdurrahman