Analisa Konflik AS dan Iran

PASCAPENYERANGAN yang dilakukan oleh Militer Amerika Serikat dengan menggunakan autonomous weapons (drone) terhadap komandan rombongan Pasukan Quds, sayap Garda Revolusi Iran, di Bandara Internasional Baghdad, Irak, pada Jumat lalu dan mengakibatkan terbunuhnya Jenderal Qasem Soleimani, tentu saja mengakibatkan meningkatnya eskalasi konflik antara Amerika Serikat dan Iran. Menganggapi hal tersebut pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei juga menyatakan tidak akan lagi mematuhi semua pembatasan yang diterapkan dalam kesepakatan nuklir pada 2015 dan siap untuk konflik terbuka dengan Amerika Serikat.

Pasca serangan terhadap Jenderal Iran tersebut, maka pada hari Rabu lalu Militer Iran telah melontarkan puluhan roket misil ke Pangkalan Udara gabungan Amerika Serikat di Irak. Hal ini merupakan bentuk serangan perlawanan Iran terhadap terbunuhnya Jenderal Qasem Soleimani. Serangan ini tentu saja mengakibatkan munculnya pernyataan di antara kedua negara yang berkonflik terkait kalkulasi serangan terhadap masing – masing objek vital Iran dan Amerika Serikat. Berbagai analisis mengenai konflik Amerika Serikat dan Iran yang mengarah kepada perang teluk 3 maka kemungkinan itu tentu ada. Akan tetapi berkaca pada perang dunia 1 dan 2 maka perang akan terjadi jika adanya miskalkulasi oleh pimpinan negara terhadap analisis kekuatan militer negara, kekuatan militer lawan dan kondisi perang (sesuai analisis teori klasik perang oleh Tsun Zu).

Oleh karena itu jika peningkatan eskalasi konflik semakin tinggi berupa adanya serangan militer terbuka baik di udara ataupun di laut (fist strike) yang memunculkan kehancuran massif maka tentu saja hal ini bisa berujung pada perang terbuka atau perang teluk 3, akan tetapi jika perhitungan rasional kedua negara terhadap dampak kehancuran massif yang akan timbul dari adanya perang maka akan memengaruhi pola kebijakan negara dalam menginisiasi perang terbuka.

Selanjutnya, konflik Amerika Serikat dan Iran jika kedepannya berdampak pada perang terbuka tentu saja akan berpengaruh terhadap kondisi dan dinamika sistem ekonomi dunia internasional, terutama terkait harga minyak dunia yang akan melonjak tinggi dikarenakan perang terbuka di kawasan Timur Tengah.

Setidaknya kondisi ini tentu saja akan berdampak pada perdagangan domestik Indonesia dari harga minyak yang tinggi dan sebagai negara importir akan mengakibatkan deficit neraca perdagangan dan pembiayaan yang mengakibatkan potensi naiknya harga minyak domestik. Oleh karena itu dalam mengantisipasi kondisi ini Pemerintah harus mampu menyusun rencana cadangan atau contingency plan untuk menghadapi situasi tersebut.

Menanggapi peningkatan eskalasi konflik terbuka ini yang dikhawatirkan mengarah kepada perang terbuka tentu saja Pemerintah Indonesia harus mengambil beberapa langkah strategis terutama terkait perlindungan keamanan dan keselamatan terhadap Warga Negara Indonesia yang berada di Timur Tengah. Menanggapi kondisi politik di Timur Tengah ini, maka Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi telah bertemu Duta Besar kedua negara (Amerika serikat dan Iran) secara terpisah untuk memberikan pandangan dan imbauan agar menyelesaikan konflik secara damai dan saling menahan diri untuk menghindari terjadinya konfrontasi terbuka.

Hal ini dilakukan sesuai dengan posisi Indonesia sebagai anggota dewan keamanan PBB serta sesuai amanat UUD 1945 alinea ke empat yaitu aktif menciptakan perdamaian dunia yang memotivasi Indonesia untuk selalu berada pada posisi netral dan aktif menghimbau Duta Besar kedua Negara untuk bisa menahan diri.

Oleh karena itu beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri dalam memberikan perlindungan kepada Warga Negara di Timur Tengah jika suatu saat konflik Amerika Serikat dan Iran ini menjadi perang terbuka adalah; pertama, Kementerian Luar Negeri harus melakukan survei pendataan dengan jelas terhadap jumlah pasti WNI yang berada di zona konflik serta lokasi pasti dari seluruh WNI tersebut; kedua Kememnterian Luar Negeri secara aktif memberikan informasi kepada WNI yang berada di Timur Tengah terkait kondisi keamanan di kawasan Timur Tengah dan Contact person KBRI, Konsulat Jenderal atau Kantor Perwakilan Indonesia di negara Timur Tengah jika sewaktu -waktu terjadi konflik; ketiga, Kementerian Luar Negeri melalui Duta Besar dan Atase Pertahanan melakukan koordinasi kepada Kementerian Pertahanan RI dan TNI terkait jalur alternative keluar dari zona konflik dan negara terdekat untuk melakukan evakuasi melalui jalur udara dan laut jika sewaktu – waktu konfil Amerika Serikat dan Iran semakin memanas dan mengarah kepada perang terbuka karena sesungguhnya jaminan perlindungan terhadap keamanan dan keselamatan seluruh WNI yang berada di luar negeri merupakan tugas dari Pemerintah sebuah negara.**

Penulis: Dr. Rendi Prayuda, M.Si 

Related posts