Apa yang Indonesia Keliru Soal Omicron?

Omicron telah menembus vaksin dan Booster, Apa konsekuensinya Bagi Indonesia?

Oleh: Achmad Nur Hidayat

Katakata.id – Data awal menunjukkan bahwa Delta dan o mungkin cukup berbeda sehingga pertumbuhan Omicron tidak berarti akhir dari Delta, tetapi yang sedang terjadi pada dasarnya adalah bahwa dua gelombang Delta dan Omicron tersebut berjalan paralel.

Kasus Omicron di Indonesia bertambah terus, sejak kasus positif 3 petugas kebersihan RS Wisma Atlet pada senin 20/12 kini sudah bertambah menjadi 19 Orang Positif Omicron sebagaimana di beritakan media nasional pada Sabtu 25/11.

Pemerintah terus mendorong sebaiknya WNI tidak bepergian rumah terlebih dahulu dalam NATARU namun data menunjukan terdapat 1,1 juta kendaraan yang melintas tol jagorawi pada Jumat 24 Desember sampai Sabtu 25 Desember pagi tadi.

Kelihatannya seruan Pemerintah agar  masyarakat tetap dirumah tidak didengarkan dengan baik. Oleh karena itu, Indonesia harus bersiap menyikapi sebaran Omicron dalam waktu dekat.

Bagaimana kesiapan Indonesia menghadapi Omivorn? dan yang penting adalah apakah para ilmuwan sudah cukup mengenal karakter Omicron sehingga bisa memperediksi dengan akurat daya sebar dan dampak kesehatannya?

Saat ini, kelihatannya pemerintah jauh lebih berpihak kepada ekonomi daripada ancaman sebaran Omicron? Apakah ada informasi yang luput tentang Omicron tersebut sehingga policy makers cenderung abai dan menggampangkan daya rusaknya terhadap kesehatan masyarakat.

Info terbaru seputar Omicron

Omicron pertama kali dilaporkan ke WHO dari Afrika Selatan pada 24 November 2021. WHO telah menetapkan varian Omicron sebagai variant of concern VOC. VOC diartikan sebagai varian virus corona yang menyebabkan peningkatan penularan serta kematian dan bahkan dapat mempengaruhi efektivitas vaksin. Sebelum Omicron, WHO telah menetapkan varian Alpha, Beta, Gamma, dan Delta sebagai VOC.

Varian Omicron memiliki sejumlah besar mutasi, beberapa di antaranya mengkhawatirkan diantaranya adalah Delmicorn. Varian tersebut adalah kombinasi dari varian Delta dan Omicron. Harian Times of India melaporkan bahwa para ahli percaya varian jenis Delmicorn ini sebenarnya bertanggung jawab atas tsunami Covid-19 di Amerika Serikat dan Eropa akhir-akhir ini.

Apa Itu Delmicron dan Apa Bedanya dengan Omicron?

Delmicron bukanlah varian baru dari virus corona seperti Alpha, Beta dan lainnya. Ini adalah kombinasi dari dua strain yang ada – Delta dan Omicron. Ini adalah varian ganda dari COVID-19 yang menyebar dengan cepat di Eropa dan Amerika Serikat.

Varian Delta mendominasi dari pertengahan April hingga pertengahan Juni 2021 jenis ini yang bertanggung jawab atas gelombang kedua virus corona yang merenggut jutaan nyawa di seluruh dunia. Saat ahli menyelidiki tentang Omicron, ahli meyakini bahwa varian Omicron menyebabkan gejala yang lebih ringan. Meski cukup menular, namun tidak menimbulkan gejala yang parah dan risiko rawat inap lebih rendah.

Namun, para ahli percaya bahwa varian Omicron dapat menembus kekebalan yang diberikan oleh vaksinasi buatan dan vaksinasi alami. Gejala awal infeksi Omicron termasuk sakit tenggorokan, sakit kepala dan kelelahan. Kehilangan bau dan rasa tidak dilaporkan dalam kasus Omicron.

 Omicron menyerang lebih banyak kepada mereka yang sudah terlindungi

Kehadiran Omicron mengundang beberapa pertanyaan yang membingungkan tentang kekebalan di masa depan dan arah pandemi yang akan datang. Itu disebabkan karena gelombang Omicron diteliti berhasil menerobos orang yang sudah divaksinasi dan ikut booster daripada mereka yang tidak divaksinasi dan tidak terlindungi. 75% kasus AS Omicron berada di antara mereka yang sudah divaksinasi dan sudah terinfeksi sebelumnya, di Denmark yang merupakan negara terbaik dalam pengawasan COVID memiliki prosi yang sama 75% Omicron menyerang mereka yang sudah divaksin atau mereka yang pernah kena. Di belahan dunia lain, angkanya sudah 80 persen atau lebih tinggi.

Jika varian baru menyebar dengan cepat melalui populasi yang belum divaksin, itu berarti lonjakan besar dalam rawat inap dan kematian, meskipun tingkat keparahannya jauh lebih rendah. Tetapi, secara teori, setidaknya, mereka yang tidak terlindungi (baca belum divaksin) juga yang paling diuntungkan dari paparan strain “ringan”,  karena mereka mendapatkan kekebalan dari paparan virus yang relatif lebih ringan.

Namun, saat ini, tampaknya Omicron tidak beroperasi seperti itu. Omicron di negara Barat tumbuh luar biasa cepat pada mereka yang sudah dilindungi oleh vaksin.

Inggris, Denmark, Norwegia dan Negara Skandinavia adalah contoh vaksinasi diterobos Omicron

Masih banyak yang belum kita ketahui tentang Omicron, tetapi sejak varian pertama kali diidentifikasi bulan November lalu, ahli epidemiologi memperingatkan untuk berhati-hati dalam mengaitkan pertumbuhan kasus yang cepat dengan rendahnya angka vaksinasi. Faktanya pada konsensus awal terbentuk bahwa varian Omicron tak terbantahkan lebih menular daripada Delta.

Di Denmark, tampaknya varian baru Omicron sebenarnya menyebar lebih cepat di antara mereka yang dianggap “aman” daripada mereka yang secara refleks dianggap “rentan” karena belum vaksin.

Menurut sebuah laporan pada Selasa (21/12) oleh kantor statistik nasional Inggris menyebutkan bahwa Individu yang telah menerima tiga dosis vaksin dan dites positif Covid-19 lebih mungkin terinfeksi dengan varian Omicron dibandingkan dengan mereka yang tidak divaksinasi.

Namun Ini tidak berarti bahwa Omicron lebih memilih pada individu yang telah divaksinasi tetapi bahwa kemampuan menerobos kekebalan vaksin dari varian Omicron memberinya keunggulan kompetitif relatif besar daripada Delta sehingga mereka yang memiliki perlindungan kekebalan  terhadap varian delta menjadi lebih tidak terlindungi untuk menghadapi Omicron.

Peneliti mengamati Omicron dan berkesimpulan bahwa pertumbuhan awal virus Omicron mencerminkan kemampuan produktif yang mengesankan sehingga menerobos vaksin dan menginfeksi ulang kepada mereka yang sudah pernah terpapar varian delta, namun saat ini mereka yang sudah divaksin masih tampak cukup terlindungi dari penyakit parah.

Kesimpulan ini hanyalah penelitian awal dari beberapa poin data yang belum tentu representatif, namun arahnya kesimpulannya mungkin berubah saat Omicron menyebar lebih jauh, sehingga mengubah gambar dan komposisi gelombang secara keseluruhan.

Tetapi data awal menunjukkan bahwa Delta dan Omicron mungkin cukup berbeda sehingga pertumbuhan Omicron tidak berarti akhir dari Delta, tetapi bahwa dua gelombang yang sedang berlangsung pada dasarnya berjalan di paralel sebagaimana mengutip pendapat ahli virologi Trevor Bedford beberapa minggu lalu.

Konsekuensi Kebijakan Publik

Dan jika dua varian bersaing untuk mendapatkan inang dalam dua populasi terpisah, mungkin hanya di antara yang divaksinasi atau yang sebelumnya terinfeksi yang terkena karena varian baru Omicron memiliki keuntungan yang signifikan di antara yang tidak divaksinasi.

Mereka yang belum divaksin tetap akan terkena varian delta lama dan akhirnya dapat menyebabkan penyakit parah dan kematian setelah gelombang Omicron melandai. Di Amerika, strain Delta masih membunuh rata-rata 1.300 orang Amerika sehari.

Hipotesis ini dapat membantu menjelaskan mengapa Omicron menghasilkan pengurangan yang signifikan dalam hasil yang parah, setidaknya untuk saat ini, dan mengapa gelombang Delta yang sedang berlangsung tampaknya belum juga surut.

Konsekuensi kedepan adalah varian baru Omicron mungkin akan menyebar ke seluruh negara, menginfeksi sejumlah besar orang, dan bila terinfeksi Omicron, setelah pulih, tubuh tidak memberikan perlindungan kekebalan tambahan di masa depan — terhadap varian lainnya dan juga terhadap strain Delta.

Pemerintah melalui juru bicara Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri memberikan peringatan keras kepada yang tidak divaksinasi bahkan akan memberikan sanksi pidana untuk mereka yang menggunakan applikasi Pedulilindungi. Namun data ilmuwan menunjukan bahwa gelombang Omicron menyerang mereka yang sudah divaksin setidaknya di negara Barat.

Menurutnya, ini menunjukkan betapa tidak lengkapnya pemahaman kita tentang gelombang Omicron yang saat ini menerjang dunia. Ilmuan bersepakat vaksinasi tetap dapat melindungi dari serangan strain delta, beta dan alfa. Namun bila orang yang divaksinasi tersebut terinfeksi saat ini maka kemungkinan besar itu adalah Omicron.

Patut diingat bahwa individu yang divaksinasi dan sebelumnya pernah terinfeksi Covid-19 maka Omicron lebih mudah menyerang mereka karena Omicron memiliki kemampuan infeksi yang lebih tinggi dibandingkan Delta.

Negara Eropa barat mayoritas sudah divaksin namun nyatanya mayoritas orang yang terinfeksi Omicron adalah mereka yang sudah divaksinasi. Hal ini disebabkan perlindungan vaksin yang ditawarkan terhadap infeksi Omicron sebenarnya cukup kecil.

Oleh karena itu pilihan kebijakan pemerintah hanya menggiatkan program vaksinasi namun melakukan relaksasi terhadap mobilitas penduduk di Nataru adalah salah besar dan berdampak fatal bagi penyebaran Omicron.

Efektivitas vaksin yang ada saat ini terhadap Omicron sangat rendah. Data menunjukkan bahwa individu dengan dua dosis vaksin AstraZeneca berdampak nol persen terhadap Omicron dan mereka dengan dua dosis vaksin Pfizer, Omicron dapat dibendung hanya 30 persen. Jadi, tidak mengherankan jika banyak orang yang divaksinasi akhirnya terinfeksi Omicron. Mayoritas penduduk Denmark divaksinasi. Jadi tidak mengherankan bahwa mayoritas orang yang terinfeksi divaksinasi.

Bahkan ilmuan lain berani mengatakan bahwa ikut program vaksinasi memberikan kerugian karena membuat Anda berpotensi lebih besar untuk tertular Omicron dibandingkan dengan orang yang tidak divaksinasi. Bila hipotesis ini yang benar maka kebijakan yang berpihak kepada vaksinasi an sich daripada melakukan pembatasan saat Nataru merupakan kebijakan yang keliru.

Kami sudah menyampaikan sejak awal bahwa lebih baik soal Omicron ini kita lebih ketat karena kita tidak mengetahui karakter sebenarnya dari varian Omicron baru tersebut. Semoga Indonesia selalu dilindungi oleh Allah SWT. (***)

Penulis merupakan Pengamat Kebijakan Publik asal Universitas Indonesia

Related posts