Oleh: Ariento Muis
Katakata.id – Policy Gridlock atau kemacetan kebijakan menjadi isu penting dalam tata kelola keuangan daerah di Indonesia. Hal ini karena berbagai dampak yang ditimbulkan sebab berpotensi menghambat pelaksanaan program pembangunan daerah. Penyebab policy gridlock masih menjadi perdebatan para ahli apakah berhubungan dengan devided government atau konflik antar kamar serta antar cabang pemerintahan serta faktor yang mengintervensi kemacetan tersebut. Namun dalam studi-studi administrasi publik kontemporer, beberapa studi mengamati policy gridlock itu berasal dari hubungan yang kurang harmonis antara Kepala Daerah dan DPRD.
Kemacetan dalam pembahasan kebijakan keuangan daerah (KUA-PPAS dan APBD) bermula ketika Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Tim Anggaran DPRD tidak menemukan titik temu dalam pembahasan KUA-PPAS. Apalagi Kepala Daerah tidak didukung oleh mayoritas fraksi di DPRD yang pada gilirannya berdampak pada Tarik ulur kepentingan antara Kepala Daerah dan DPRD, Kepala Daerah berkepentingan mengedepankan visi dan misi serta program strategis sebagaimana janji kampanye politiknya sementara DPRD juga mengedepankan visi-misi dan pokok pikiran yang menjadi tugas dan wewenangnya. Kemacetan pembahasan yang terjadi antara TAPD dan Tim Anggaran DPRD inilah yang merupakan ciri policy gridlock dalam tata kelola keuangan daerah.
Kepala Daerah yang tidak didukung oleh mayoritas fraksi berpotensi mendapatkan gangguan dalam perencanaan dan pembahasan KUA-PPAS/APBD. Karena itu, beberapa Kepala Daerah memutuskan untuk menjadi ketua partai politik di daerah yang memiliki jumlah kursi DPRD mayoritas dengan tujuan dapat memuluskan kebijakan-kebijakan strategis Kepala Daerah. Hal itu misalnya dapat dilihat di Riau, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Jambi dan beberapa daerah lainnya di Indonesia.
Bagaimana memutus mata rantai policy gridlock?
Meskipun tidak banyak publikasi mengenai tema penyelesaian atau pemecahan pada studi policy gridlock, beberapa ahli telah membahas tentang isu ini antara lain melalui pendekatan diskusi, kompromi dan diplomasi, pengaturan kondisi dan lingkungan dalam dinamika pengambilan keputusan, serta perubahan mekanisme kelembagaan.
Menurut data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia dari laman websitenya bahwa rata-rata keterlambatan penetapan Peraturan Daerah tentang APBD dari tahun 2014 sampai dengan 2020 adalah sebesar 15,7 %. Data terakhir ditahun 2020, Pemerintah Daerah yang masih terlambat dalam penetapan APBD berjumlah 38 daerah.
Kajian penyelesaian policy gridlock pada kebijakan anggaran yang telah dilakukan menjelaskan peran intitusi dalam mempengaruhi keputusan para aktor perumus dan penentu kebijakan. Sedangkan terjadinya policy gridlock pada umumnya terjadi karena fenomena konflik relasi antar aktor perumus dan penentu kebijakan. Policy gridlock dijelaskan oleh beberapa ahli sebagai ketidakmampuan sistem politik untuk mengubah kebijakan atau status quo, bahwa kebuntuan dalam proses pembuatan undang-undang disebut sebagai gridlock policy.
Memutus mata rantai policy gridlock bukanlah perkara mudah sebab melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan aktor utama kebijakan keuangan daerah. Kunci utama penyelesaian policy gridlock adalah Kepala Daerah dan DPRD, hubungan harmonis antara Kepala Daerah dan DPRD dianggap dapat menyelesaikan persoalan policy gridlock.
Program Pascasarjana Ilmu Administrasi Publik – Universitas Islam Riau