Dilema Perubahan Sistem Pemilu Menuju 2024

Oleh : Ariandi A Zulkarnain, S.IP, M.Si

Seperti apa urgensi perubahan sistem pemilu?

Katakata.id – Percakapan terkait wacana perubahan sistem pemilu proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup menyita ruang informasi dan rubrik politik di tanah air hari ini, Stakeholder pemilu dalam hal ini penyelenggara pemilu harus melakukan berbagai macam perbaikan dengan melihat terhadap 4 aspek strategis pemilu. Mulai dari Daerah pemilihan dan alokasi kursi, Mekanisme pencalonan, Metode Pemberian suara dan Elektoral Formula.

Jika melihat pada tahapan pemilu sudah berjalan sebaiknya pihak pihak terkait harus melihat urgensi pemilu tidak harus tergesa-gesa melakukan perubahan, hal ini kemudian yang akan berdampak kerumitan pemilu di tahun 2024 yang hanya menyisakan waktu satu tahun lebih saja.

Setiap stakeholder sudah bersiap dalam mempersiapkan diri baik para aktor peserta pemilu maupun partai politik itu sendiri. Sehingga urgensi perubahan sistem pemilu dari terbuka menjadi tertutup dipertanyakan, karena tidak menampakkan urgensi dengan logika pelaksanaan pemilu yang demokratis, mengingat peran partai politik menjadi lebih dominan dalam menentukan siapa yang akan menjadi calon representasi rakyat hari ini.

Ciri dan budaya partai politik yang masih buruk membuat proses penentuan urutan menjadi salah satu masalah pokok dalam sistem proporsional tertutup. Karena tidak didasari pada indikator atau ukuran yang jelas dan demokratis, hal ini yang membuat ruang dinasti politik dalam ruang partai politik akan kembali menguat dan membuat partai politik dalam tataran elit akan sangat oligarki sekali. Maka urgensi pemilu yang demokratis justru tidak menjadi dasar landasan dalam membangun alasan keinginan melakukan perubahan dalam sistem pemilu itu sendiri.

Logika yang dibangun dalam gugatan yudicial review oleh 6 orang hari ini berdiri diatas legal standing yang menjadikan kajian dan uji materi diterima dan dilanjutkan oleh MK. Lantas logika publik terhadap urgensi yang muncul setelah kita menjalani 3 periode pemilu menjadi hal yang cukup menyita ruang publik terutama dalam rubrik politik dan pemilu 2024. Sistem pemilu proporsional terbuka perlu disadari memiliki kekurangan dan kelemahan didalamnya, maka rasionalitas yang perlu dibangun adalah bagaimana setiap pihak berfikir dalam menambal kekurangan dan kebocoran dalam pelaksanaannya.

Jalan tengah yang paling ideal pada akhirnya adalah mengurai kekurangan dari sistem pemilu terbuka, sehingga pilihan mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup bukanlah pilihan yang paling bijaksana jika dilihat dari aspek urgensitas yang dibutuhkan bangsa hari ini. Rangkaian tahapan dan mekanisme pemilu 2024 sudah berjalan, sehingga perubahan yang dilakukan apabila MK mengabulkan dan menyetujui yudicial review terhadap Undang Undang Pemilu maka akan sangat beresiko terhadap kondusifitas pemilu 2024.

Urgensi perubahan sistem pemilu harus dilandaskan pada logika (sistem) yang kemudian berimplikasi kendali kekuasaan yang justru berjarak dari representasi publik, langkah maju yang sudah kita pilih dalam sistem pemilu pasca tahun 2009 adalah pilihan mendakatkan pilihan publik dalam sistem proporsional terbuka. Dalam sistem pemilu proporsional tertutup dan terbuka pada prinsipnya mengatasnamakan perbaikan demorasi electoral sebagai alasan dasarnya dalam dalil kebutuhan pilihan diatasnya.

Tentunya setiap sistem pemilu memiliki kekurangan dan kelebihan masing – masing, namun fokus kita harus pada perbaikan kekurangan tersebut dan tidak melulu mengubah sistem pemilu menjadi pilihan dalam penyelesaian masalah. Setiap sistem pemilu harus beradaptasi dalam periodesasi demokrasi, lantas kapan kemudian kita akan menemukan kedewasaan berdemokrasi jika mengubah sistem pemilu menjadi pilihan bagi menemukan jalan kepentingan dalam pelaksanaannya. Sistem pemilu harus menjadi satu sarana dan corong utama bagi publik untuk dapat secara partisipatif memberikan suaranya dalam ruang demokrasi.

Baik Buruknya Sistem Proporsional Tertutup dan Terbuka

Kelebihan Sistem proporsional tertutup yang selalu menjadi argumentasi utama karena sistem proporsional tertutup dianggap meminimalisir politik uang karena biaya pemilu jauh lebih rendah dibandingkan sistem proporsional terbuka, Rakyat memilih partai dalam pemilu dan partai memilih kader (yang dianggap) unggul untuk masuk parlemen karena partai tahu calon yang sebenarnya berkarakter. dan aspek naratif struktural dan budaya semuanya harus dikirim ke parlemen.

Sistem proporsional tertutup dapat menjamin kedaulatan partai tanpa mengorbankan perwakilan rakyat. Namun hal ini perlu dipastikan bahwa perbaikan partai politik tetap dilakukan, sehingga partai politik menjadi lebih sehat agar nutrisi demokrasi dapat diberikan bagi kehidupan bernegara terkhusus dalam lingkup tata kelola kekuasaan dalam ruang legislatif.

Selain adanya kelebihan tentu ada kekurangan yang pasti terlihat dalam sistem proporsional tertutup yakni, oligarki partai sangat kuat dalam sistem proporsional tertutup. Partai memiliki semua kekuasaan dalam sistem ini karena partai memutuskan siapa yang akan masuk parlemen menurut kehendak partai. Terjadi krisis caleg, karena caleg seperti ini bukan sembarang orang yang dapat menduduki kursi parlemen, yaitu caleg yang dianggap mampu dan layak untuk duduk di parlemen oleh partai politik, dan tentu saja ini kandidat adalah pilihan terbaik partai.

Sistem ini juga mampu menjauhkan hubungan antara pemilih setelah pemilihan umum, karena masyarakat tidak mengenal orang yang terpilih menduduki kursi parlemen dan Mendekatkan lebih banyak partisipasi masyarakat. Hal ini yang menjadi catatan dalam menentukan peralihan sistem dari tertutup menjadi terbuka.

Sedangkan dalam sistem proporsional terbuka dapat menciptakan ruang partisipasi yang cukup baik. Sistem proporsional terbuka bersifat representatif dalam arti bahwa setiap suara turut diperhitungkan dan tidak adanya suara yang hilang. Sistem ini dianggap representatif karena jumlah kursi partai dalam parlemen sesuai dengan jumlah suara masyarakat yang diperoleh dalam pemilu. Sistem ini juga mampu mendorong partai politik untuk lebih transparan dalam mengajukan calon, karena parpol sebagian besar masih elitis dan tertutup. Rakyat berdaulat penuh dalam memilih calon anggota baik calon anggota legislatif maupun eksekutif.

Sistem proporsional terbuka menjamin bahwa suara rakyat menjadi penentu siapa-siapa saja yang duduk di kursi parlemen. Pada sistem ini sangat membantu partai politik kecil untuk berpartisipatif didalam pemilihan umum. Pada kelebihan sistem pemilu yang terbuka harus juga perkuat dengan pendidikan politik dan pemilih yang rasional, karena kemudian dapat memaksimalkan hasil kualitas demokrasi dengan baik.

Kekurangan dalam sistem pemilu proporsional terbuka adalah maraknya politik uang prapemilihan umum dalam sistem ini, hal ini  dikarenakan banyaknya calon legislatif yang berpartisipasi dalam pemilu dengan begitu para calon berlomba-lomba untuk mendapatkan suara rakyat dengan berbagai macam cara untuk mendapatkan suara. Karena partai politik bukan lagi penguasa penuh atas segalanya, melainkan suara rakyat yang berdaulat penuh maka calon legislatif dapat berasal dari mana saja yang mana tidak lagi dari kader-kader unggul pilihan partai politik, yang mengakibatkan kurangnya integritas maupun pengetahuan penuh mengenai kepemimpinan.

Sistem proporsional terbuka ini juga amat sangat rentan menimbulkan persaingan yang kurang sehat antar calon anggota legislatif yang satu dengan yang lainnya baik perdebatan calon anggota yang berasal dari partai yang sama maupun yang beda partai. Dengan terciptanya anggota parlemen karbitan yang minim pengetahuan sering mengakibatkan tidak maksimalnya anggota parlemen dalam menjalankan fungsi kepemimpinan.

Dalam sistem ini partai sulit mendapatkan suara mayoritas dalam lembaga perwakilan apabila partai tersebut merupakan partai kecil, Dalam sistem proporsional terbuka wakil yang terpilih besar kemungkinan tidak dikenal oleh warga yang telah memilihnya, sehingga ikatan antara wakil dan rakyatnya menjadi renggang.

Mengingat masing-masing sistem pemilu memiliki kelebihan dan kekurangan, perdebatan mengenai sistem manakah yang ideal digunakan di Indonesia tidak terelakkan dan cukup membuat partai politik bereaksi dan sudah ada partai politik dalam ruang parlemen hari ini menyatakan penolakan terhadap wacana perubahan sistem pemilu, menjelang pemilu 2024 perdebatan terjadi diantara kedua pendukung, baik pendukung sistem proporsional tertutup maupun sistem proporsional terbuka.

Pembenahan Demokrasi Partai Politik

Pada dasarnya kebutuhan pembenahan partai politik harus tetap menjadi isu utama dibalik perdebatan soal pilihan proporsional tertutup ataupun terbuka, apapun hasil keputusan MK pada akhirnya akan bermuara pada demokrasi ditubuh partai politik itu sendiri. Jika berangkat dari realita partai politik yang masih jauh dari kata ideal dalam sistem pemilu hari ini, maka proporsional terbuka masih lebih baik daripada sistem pemilu proporsional tertutup disebabkan demokrasi partai politik menjadi masalah krusial.

Percakapan terkait perubahan sistem pemilu harus didahului dengan percakapan pembenahan dan penguatan partai politik. Upaya kita dalam menjaga kehidupan demokrasi electoral menuju pada arah yang ingin kita tuju harus diyakinkan dengan ekosistem pemilu kita menuju pada siklus yang ideal. Sebagai negara dengan demokrasi perwakilan peran partai politik menjadi sangat krusial karena partai politik menjadi mesin dalam memproduksi calon pemimpin dan merumuskan rencana kebijakan publik yang didasarkan pada aspirasi dan ideologi partai politik yang dianut dalam ruang pemilihan umum.

Hari ini fokus kita teralihkan dalam perdebatan terkait sistem pemilu, padahal masalah utama demokrasi perwakilan hari ini adalah partai politik itu sendiri. Partai politik tidak benar benar sehat dalam siklus ekosistem dan proses politik didalamnya, maka menggesa dan mengkonstruksikan perbaikan hukum (undang-undang partai politik) perlu diarahkan pada partai politik yang demokratis dan sehat yang kemudian mampu menghasilkan  caalon pemimpin baik dalam ruang eksekutif maupun legislatif yang mampu menjalankan fungsi-fungsi politik secara produktif dalam kebutuhan pembangunan bangsa dan negara.

Kita harus menyadari bahwa sebagian besar partai politik hari ini masih dikekola secara oligarki, hal ini yang kemudian harus menjadi satu catatan penting sebelum merekomendasikan perubahan sistem pemilu. Karena hasil rekomendasi partai politik dalam sistem proporsional tertutup akan sangat ditentukan dari kaderisasi, pendidikan politik dan assessment terhadap kualitas calon yang kan ditunjuk. Jika partai politik gagal dalam melakukan hal tersebut maka akan sangat berdampak dalam kekacauan politik dalam ruang demokrasi dan akan berdampak pula pada akselerasi pembangunan bangsa dan negara kedepan. (**)

Penulis merupakan Dosen Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung

Related posts