Oleh: Ilham Muhammad Yasir
Katakata.id – KETUA KPU Republik Indonesia, Hasyim Asya’ari selaku pimpinan rapat akhirnya mengetok palu rapat pleno sebanyak 3 (tiga) kali menandai telah disahkannya DPT Pemilu 2024. Setelah sebelumnya memberikan kesempatan kepada para peserta rapat untuk memberikan tanggapan. Terutama partai politik dan Bawaslu.
Umumnya mereka menanyakan terkait data pemilih pada saat tahapan pemutakhiran data pemilih. Di antaranya adanya data pemilih ganda, data pemilih tidak memenuhi syarat (TMS), dan pemilih yang masih berstatus TNI-Polri, pemilih yang telah pindah domisili dan data pemilih non-KTPel di dalam DPT.
Atas sejumlah tanggapan dan pertanyaan tersebut, saat itu juga langsung diberikan penjelasan secara detil. Pasalnya, proses yang dipertanyakan tersebut sudah dituntaskan pada saat tahapan proses di tingkat desa/kelurahan, kecamatan dan kabupaten/kota. Baik itu pada tahapan Coklit (Pencocokan Data Pemilih), DPS (Daftar Pemilih Sementara) maupun DPSHP (Data Pemilih Sementara Hasil Perbaikan) yang sudah difinalisasikan pada penetapan DPT (Daftar Pemilih Tetap).
“Sebenarnya, untuk penetapan DPT itu finalnya di tingkat KPU kab/kota. Kami di tingkat provinsi dan pusat hari ini sifatnya tinggal merekap saja,” ujar Hasyim Asya’ari memastikan seluruh proses tahapan dilakukan sangat terbuka melibatkan juga partai politik, bawaslu dan pihak pemerintah sejak di tingkat desa/kelurahan.
Empat Jam
Pada saat itu, kurang lebih 4 (empat) jam jalannya Rapat Pleno Rekapitulasi Penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) di tingkat KPU Republik Indonesia berlangsung, Ahad (02/07) di akhir awal bulan Juli itu. Sejak rapat dibuka pada pukul 10.10 dan ditutup pukul 14.15 Wib oleh Ketua KPU Hasyim Asya’ari didampingi para anggota; Betty Epsilon Idroors, Idham Holik, Mochammad Afifuddin, August Mellaz, dan Yulianto Sudrajat di lantai 2 (dua) Gedung KPU Republik Indonesia, No. 29 Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat.
Dipenghujung jelang rapat pleno mau ditutup suasana agak sedikit hangat. Saat pimpinan rapat Hasyim Asya’ari selesai mengetok palu rapat. “Tok.Tok.Tok!” Tiba-tiba langsung disela oleh salah seorang anggota Bawaslu Republik Indonesia, Totok Haryanto dengan suara agak sedikit meninggi.
“Ijin Ketua Hasyim, meskipun DPT sudah disahkan, terhadap catatan-catatan yang sudah kami sampaikan tadi untuk tetap diberikan penjelasan secara tuntas!,” kata Totok Hariyanto yang duduk tepat di tengah antara Lolly Suhenty dan Puadi yang posisi meja mereka tepat di sebelah kanan dari meja pimpinan rapat.
Sebelumnya, saat Koordinator Divisi Data Betty Epsilon Idoors usai memimpin pembacaan rekap satu-persatu dari masing-masing KPU provinsi, Lolly sempat menyampaikan di forum rapat dengan meminta untuk nantinya tidak terburu-buru DPT ditetapkan.
“Mohon dipertimbangkan ditunda dulu penetapannya Pak Ketua!,” ujar Lolly.
Catatan Rekomendasi
Menurut Lolly, ada sejumlah masukan dan catatan dari Bawaslu kabupaten/kota dan provinsi yang dilaporkan ke Bawaslu RI belum ditindaklanjuti. Lolly sempat membacakan ada 14 rekomendasi yang terdiri dari 40 poin yang dihimpun Bawaslu RI dari kabupaten/kota melalui Bawaslu provinsi. Diantara poin yang disampaikan Lolly itu berupa masukan dan pertanyaan yang belum tuntas dijawab saat pleno rekapitulasi DPT di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Karena itu kata Lolly, Bawaslu di rapat pleno kali ini akan membacakan rekomendasi dan poin-poin penting tersebut sebagai berikut:
(1) agar KPU melakukan pencermatan kembali berdasarkan validitas data pemilih; (2) jika belum bisa ditindaklanjuti, agar dicermati kembali di kab/kota dan di tingkat kecamatan hingga desa/kelurahan;
(3) mengumumkan pemilih di TPS-TPS di lokasi khusus; (4) melakukan koordinasi kembali terkait data pemilih non-KTPel dg Kemendagri agar ada jaminan pemilih tidak kehilangan hak pilih; (5) untuk warga pemilih yang sedang bekerja di IKN dicermati kembali data-data pemilih yang bekerja di IKN tersebut dan dapat diberikan payung regulasi untuk peroses pendataannya.
Poin-poin itu di antaranya ada di Provinsi Jawa Timur, di Tuban, Tulunggagung dan Blitar. Di Kalimantan Barat ada di Kabupaten Kuburaya dan Kota Pontianak. Di Kalimantan Timur di wilayah Ibukota Nusantara (IKN). Di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) di Kota Mataram, di Sumbawa Barat Sulawesi Selatan di Kabupaten Gowa, Jenipontoh, Palopo dan Toraja. Untuk di Sulawesi Tenggara di Bangai Utara, dan selebihnya ada di Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Maluku dan juga Maluku Utara.
Atas penyampaian tanggapan yang disampaikan Bawaslu tersebut, pimpinan rapat Hasyim Asya’ari memberikan penjelasan secara umum, namun cukup detil merangkum atas catatan rekomendasi dari Bawaslu itu. Termasuk sebelumnya ada beberapa pertanyaan meminta penjelasan dari partai politik, terutama PDIP dan PKS. Terkait TPS di lokasi khusus, dan data pemilih non-KTPel.
Selanjutnya, pimpinan rapat memberikan kesempatan kepada perwakilan dari anggota KPU provinsi yang membidangi Divisi Data Pemilih Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku dan Maluku Utara. Umumnya terkait data pemilih ganda, data pemilih tidak memenuhi syarat, pemilih non-KTPel, TNI-Polri, hingga terkait pembentukan TPS lokasi khusus.
Jawa Timur
Salah satu provinsi yang masih menjadi sisa perhatian di ujung rapat waktu itu adalah di Jawa Timur (Jatim) dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Divisi Data Pemilih KPU Jatim, Nurul Amalia dan Divisi Data Pemilih KPU NTB, H Syamsuddin diminta kembali memberikan penjelasan oleh Ketua KPU Republik Indonesia, Hasyim Asya’ari, selaku pimpinan rapat.
Pasalnya, Bawaslu Republik Indonesia, terutama Totok Hariyanto meminta lagi KPU untuk menjelaskan sejelas-jelasnya dan sedetil-detilnya.
Totok bahkan sempat meminta klarifikasi langsung salah seorang anggota Bawaslu Jawa Timur, Eka Rahmawati dan anggota Bawaslu NTB, Hasan Basri yang kebetulan dihadirkan langsung saat rapat pleno tersebut. Sempat terjadi diskusi hangat antara KPU Jatim, dan KPU NTB dengan Bawaslu masing-masing.
Karena kedua anggoata Bawaslu provinsi tersebut berkeyakinan catatan dan masukan masih belum dituntaskan oleh KPU kabupaten/kota yang dimaksud, seperti di Tuban, Blitar, Tulunggagung, Kota Mataram dan Sumba Barat.
Nurul Amalia anggota KPU Jatim Divisi Data Pemilih, memastikan, seluruh masukan dan catatan Bawaslu di kab/kota di Jawa Timur sudah ditindaklanjuti semua. Di Tuban dan Blitar misalnya ada permintaan Bawaslu di sana saat pleno untuk mencoret beberapa nama dalam daftar pemilih karena sudah pindah domisili. Setelah diklarifikasi ke lapangan, ada yang sudah bisa ditindaklanjuti, namun ada beberapa nama yang tak bisa dilakukan pencoretan.
“Setelah cek ke lapangan, kami dapati ada 2 (dua) nama yang tak bisa kami coret. Karena proses administrasi pindah domisilinya masih proses, dan di daerah tujuan belum terbit administrasi tanda domislinya. Kami tetap pertahankan, karena kalau dicoret yang bersangkutan bisa malah kehilangan hak pilihnya,” ujar Nurul menerangkan secara terperinci.
Hal yang hampir serupa juga ada di Tulunggagung kata Nurul. KPU memperlakukan sama tidak melakukan pencoretan. Karena masukan Bawaslu terkait data pemilih ganda setelah dicermati ternyata tidak ditemukan dengan daerah mana nama-nama yang bersangkutan memiliki kegandaan.
“Kami tidak mencoret, dan mempertahan tetap ada di DPT,” tegas Nurul.
Nusa Tenggara Barat
Begitu pula di Sumbawa Barat dan Kota Mataram, NTB. Menurut H Syamsuddin, anggota KPU NTB Divisi Data Pemilih, ketika itu Bawaslu meminta agar 9.000 pekerja yang bekerja di sebuah perusahaan pertambangan di sana, yaitu di PT Aman agar dimasukkan dalam TPS lokasi khusus.
“Setelah kami cermati, banyak juga nama-nama yang diberikan PT Aman ke KPU tidak lengkap elemen datanya, seperti alamat dan nomor NIK nya. Banyak juga nama saja yang diserahkan,” urai H. Syamsuddin.
Menurutnya, pihak KPU sudah menindaklanjuti data-data tersebut. Bahkan ada 5.000 orang di antara pekerja di sana itu berasal dari kab/kota di NTB dan datanya sudah masuk sejak di tahapan DPS.
“Kami juga sudah dibantu pencermatan oleh bagian Datin KPU Republik Indonesia. Sisanya, ada sekitar 2.500 pemilih lagi ditemukan sudah terdata didata pemilih yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia,” tegas H Syamsuddin.
Disebutkan H. Syamsuddin lagi, pihak Bawaslu terus mendesak untuk tetap didirikan TPS lokasi khusus di sana. KPU sudah bersurat juga kepada PT Aman, tapi sampai penetapan pleno DPT di tingkat Provinsi NTB surat dari KPU belum diberikan jawaban. “Bukan berarti kami tidak menindaklanjuti saran Bawaslu itu,” imbuh H Syamsuddin.
Sementara untuk Kota Mataram, kata H. Syamsuddin itu terkait ada pemilih yang berstatus sebagai TNI-Polri. Ada 8 (delapan) sisanya, yang akan memasuki masa pensiun di bulan November atau sebelum hari pencoblosan. Di rapat pleno, termasuk Bawaslu meminta agar nama-nama tersebut dikeluarkan.
Penjelasan H. Syamsuddin sempat disanggah oleh anggota Bawaslu NTB, Hasan Basri, bahwa pihak Bawaslu tidak pernah merekomendasikan atau menyarankan untuk mengeluarkan nama-nama tersebut.
Bahkan, anggota Bawaslu Republik Indonesia, Totok Hariyanto sempat ikut menyela, “Jangan ada dusta di antara kita,” ujarnya memperkuat pernyataan Hasan Basri.
Suasana agak sedikit hangat waktu itu. Ketua KPU Republik Indonesia, Hasyim Asya’ari selaku pimpinan rapat ikut menengahi. “Ini kok seperti kayak tik-tokkan, saling lempar,” ujarnya setengah bercanda mencairkan suasana yang disambut tawa seisi ruangan.
Hasyim lalu mengambilkan, dokumen catatan kejadian khusus saat pleno DPT di Kota Mataram. Lalu membacakan satu persatu, dan ditemukan adanya catatan yang menyarankan di pleno tersebut untuk mengeluarkan nama-nama yang belum memenuhi syarat sebagai pemilih untuk dikeluarkan sebelum DPT disahkan.
“Sebenarnya, berbeda ya antara syarat untuk terpenuhi sebagai pemilih dengan terpenuhi sebagai syarat pencalonan,” jelas Hasyim.
Untuk kejadian seperti ini jelas Hasyim, nama-nama yang bersangkutan akan terpenuhi syaratnya sebelum hari pencoblosan, karena pensiunnya sebagai TNI-Polri di bulan November 2023.
“Namanya seharusnya tetap ada di DPT, kan haknya sama dijamin oleh UU seperti pemilih yang berumur 17 tahun di 14 Februari 2024,” jelas Hasyim memberikan penjelasan secara mendasar.
Berbeda dengan untuk syarat pencalonan kata Hasyim, ketentuan sebagai TNI-Polri sebagai persyaratan ada batas waktu yang sudah ditetapkan pada saat tahapan pencalonan, yaitu sebelum penetapan DCT.
Hasyim juga menegaskan, terkait di Tuban, Tulunggangung, Blitar dan Sumbawa Barat tidak selesainya proses yang dilakukan oleh KPU di sana atas saran atau rekomendasi Bawaslu bukan berarti tidak menindaklanjuti. Tapi itu bagian dari proses yang sudah ditindaklanjuti.
“Hanya belum tuntas karena juga melibatkan instansi atau lembaga lain di satu sisi, namun di sisi lain KPU juga harus taat dan menjaga tahapan yang sudah ditetapkan,” tegas Hasyim.
Kata Hasyim, ada tahapan DPS, DPSHP dan tahapan DPT yang sudah ditentukan waktunya. Begitu pula di Lumajang dan Sumba Barat terkait TPS lokasi khusus, kata Hasyim saat ini kan masih proses tahapan DPT, setelah ini masih ada tahapan DPTb atau pemilih yang pindah memilih. Yang penting kata Hasyim datanya masuk dulu di DPT.
“Syarat untuk TPS lokasi khusus kan pemilihnya harus tercantum di DPT dulu kan?,” tegas Hasyim yang akhirnya selesai menuntaskan proses rapat pleno DPT di tingkat nasional saat itu dengan lancar.***
(bersambung ke tulisan ketiga terkait DPT di Riau)
Penulis adalah Ilham Muhammad Yasir, SH, L.LM,alumni Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) Padang dan Magister Per-UU-an di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), saat ini menjabat sebagai Ketua KPU Provinsi Riau 2019 – 2024, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Pekanbaru/Riau 2010 – 2013, dan Saksi Ahli Pers untuk Dewan Pers 2010 – 2013.