Polemik Panjang Mata Pelajaran Sejarah

Oleh: Amirul Syafiq

Katakata.id – Sejarah sebagai mata pelajaran mengalami dialektika panjang sejak tahun 2019. Saat itu, mata pelajaran Sejarah di tingkat SMK yang seharusnya diatur oleh Permendikbud Nomor 60 “ditaklukkan” oleh SK Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. SK tersebut berisi pemangkasan mata pelajaran Sejarah Indonesia yang awalnya dipelajari dari kelas 10 sampai kelas 12, kemudian dipangkas menjadi hanya untuk kelas 10. Selanjutnya, pada 2020 terjadi penyederhanaan kurikulum.

Pada kurikulum tersebut mata pelajaran Sejarah yang awalnya termasuk kelompok pelajaran wajib lalu diubah menjadi kelompok pilihan. Selain itu, penyederhananan kurikulum ini juga berdampak pada KI dan KD mata pelajaran Sejarah pada program ”Sekolah Penggerak” dan ”SMK Pusat Keunggulan”.

Adanya polemik tersebut kemudian memantik kritikan dari berbagai pihak, di antaranya Asosiasi Guru Sejarah Indonesia, Masyarakat Sejarawan Indonesia, Persatuan Program studi Pendidikan Sejarah Indonesia, Ikatan Himpunan Mahasiswa Sejarah, dan lain-lain. Karena itulah, pemerintah kemudian mengelompokkan mata pelajaran Sejarah menjadi mata pelajaran wajib pada kurikulum merdeka.

Namun ternyata, polemik mata pelajaran Sejarah tidak berhenti sampai di sana. Mata pelajaran sejarah kembali tidak dimasukkan ke dalam kelompok mata pelajaran wajib, bahkan mata pelajaran sejarah tidak ada pada Rencana Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Peraturan Pemerintah No 57 Tahun 2021 yang kemudian diubah menjadi Peraturan Pemerintah No 4 Tahun 2022 tentang Standar Nasional Pendidikan, tidak terdapat mata pelajaran Sejarah yang disebutkan di sana, yang ada hanyalah mata pelajaran IPS.

Hal ini tentu saja mengakibatkan adanya multitafsir dari banyak pihak. Misalnya, mata pelajaran Sejarah itu penting dan karena itu terdapat di dalam kelompok wajib, namun ternyata Sejarah hanya bersifat pilihan di dalam komponen mata pelajaran IPS.

Dengan adanya berbagai polemik di atas, hal itu kemudian menimbulkan pertanyaan besar. Mungkinkah membangun ”Karakter Bangsa dan mewujudkan ”Manusia Indonesia” tanpa kesadaran sejarah? Jika jawabannya tidak, maka pengetahuan Sejarah perlu diperkuat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Penguatan yang bisa dilakukan di antaranya yaitu melalui mata pelajaran sejarah di sekolah.

Selain adanya penegasan tentang jumlah jam mata pelajaran sejarah di kurikulum serta peningkatan kapasitas guru sejarah, mata pelajaran sejarah harus tertulis jelas dan diikat dalam sistem perundang-undangan Indonesia. Karena itulah, perjuangan agar mata pelajaran sejarah dimuat dalam rencana perubahan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan sebagai muatan wajib menjadi hal yang penting.

Pada sisi lainnya, dalam penerapan Kurikulum Merdeka Belajar saat ini, guru sejarah dituntut untuk memiliki kemampuan multidimensional, mulai dari kemampuan teknologi pembelajaran, muatan lokal, sosial, Hak Asasi Manusia, lingkungan, kesehatan, dan sebagainya. Maka, mata pelajaran Sejarah dapat menjadi sarana berpikir kreatif, kritis, reflektif, dan imajinatif. Dengan belajar sejarah, peserta didik dapat memiliki rasa cinta dan bangga terhadap bangsanya sendiri.

Dengan demikian, baik secara langsung ataupun tidak, mata pelajaran Sejarah bisa menjadi alat pemersatu Indonesia.

Pendapat tersebut dipertegas dengan pernyataan Zulkarnain (2022) yang berpendapat bahwa mata pelajaran Sejarah berperan dalam mengembangkan wawasan keragaman budaya bangsa Indonesia dengan menampilkan perjalanan sejarah yang menggambarkan keragaman budaya pada masa lalu, masa kini, serta perlu dipertahankan pada masa mendatang. Dengan demikian, maka muara dari pembelajaran sejarah yang berorientasi pada keterampilan berpikir secara alamiah akan mendorong pembentukan manusia merdeka yang memiliki kesadaran sejarah dan selaras dengan nilai-nilai karakter ”Pelajar Pancasila”.

Kita harus menyadari bahwa sejarah merupakan elemen penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini misalnya dinyatakan oleh Bung Karno dengan salah satu jargon terkenalnya, yaitu “jangan sekali-kali meninggalkan sejarah”.

Tak hanya itu, Abraham Lincoln juga menyatakan, bahwa “sebagai warganegara, kita tidak dapat melepaskan diri dari sejarah. Kita harus terus ingat, terlepas dari siapa diri kita. Tidak ada seorang punyang dapat menghidarkan diri. Berbagai cobaan yang kita lalui, akan menerangi kita, untuk menghormati atau tidak menghormati kepada generasi kemudian”.

Dari dua “slogan” tersebut, dapat kita simpulkan bahwa sejarah merupakan hal yang penting. Bahkan, Confucius pernah mengatakan, “pelajari masa lalu, jika engkau ingin mendefinisikan masa depan”.

Hal ini tecermin dari spion mobil: meskipun memiliki ukuran kecil dibanding kaca depan, tetapi dari sana, kita bisa melihat masa lalu. Jika dengan kaca depan kita dapat menyongsong masa depan, dari kaca spion kita akan belajar tentang masa lalu agar dapat lebih berhati-hati. (***)

Penulis merupakan Mahasiswa Magister Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta

Related posts