Oleh : Muhammad Ikhsan
Sudah menjadi kebiasaan di negeri kita ketika hujan turun lebat sebentar saja—apalagi di musim penghujan seperti sekarang ini—mengakibatkan banjir.
Ketika ini terjadi, banyak kegiatan yang terganggu, kerugian harta benda, sampai mengakibatkan kematian. Umumnya ketika terjadi banjir, pemerintah dan masyarakat sibuk memberikan bantuan.
Tetapi setelah suasana normal kembali, pemerintah dan masyarakat menjadi lupa dan hampir tidak pernah mengevaluasi kenapa banjir itu terjadi, dan bagaimana memecahkan persoalan ini di masa datang.
Banjir bisa dikelompokkan menjadi beberapa tipe, Pertama, banjir akibat luapan air sungai. Ini terjadi di daerah pinggiran sungai atau yang berdekatan dengan sungai. banjir seperti ini biasanya terjadi tahunan di tempat-tempat yang rendah. bisa jadi disebabkan oleh penggundulan hutan, atau pengalihfungsian lahan sehingga resapan air ke dalam tanah berkurang. akibatnya air meluncur di permukaan tanah dan dengan cepat mengisi anak sungai sehingga sungai tidak mampu menyalurkannya dengan lebar sungai yang ada, sehingga jadilah banjir. inilah yang terjadi di daerah Rokan Hulu dan Kampar Kiri pada saat ini.
Kedua, banjir kiriman. ini terjadi akibat luapan air dari banjir jenis pertama mengalir deras ke daerah perkotaan atau pemukiman. Contohnya adalah banjir bandang yang sering melanda Semarang yang airnya berasal dari Ungaran, atau banjir di Jakarta yang airnya berasal dari daerah Bogor. Ketiga, banjir akibat pasang surut air laut. Banjir ini terjadi di daerah pesisir seperti di Kota Dumai dan Tembilahan. Keadaan menjadi semakin parah bila hujan terjadi. Air dari daratan akan bertemu dengan pasang di laut, sehingga genangan semakin tinggi.
Keempat, banjir akibat saluran drainase tidak ada atau tidak berfungsi dengan baik. Banjir ini umumnya terjadi di daerah perkotaan akibatnya banyaknya bangunan, daerah kosong yang sebelumnya menjadi tempat “larinya” air tidak bisa lagi menampung air, sehingga limpasan air hujan tidak tentu kemana arahnya. Jadilah banjir. Banjir jenis ini sebenarnya sederhana pemecahannya. Tinggal menelusuri ke mana jalur air mengalir, buatkan salurannya, teruskan ke sungai atau ke laut. Jika saluran tidak berfungsi maksimal, lebarkan, perdalam, keruk atau angkat sampahnya. Jika belum ada bangun. Jika melewati jalan, buatkan gorong-gorongnya. Lainnya adalah masalah teknis belaka.
Yang sulit memang memecahkan persoalan banjir jenis pertama, kedua, dan ketiga. Siapa yang mampu mengontrol penebangan hutan dan pengalihfungsian lahan? Kalau drainase bisa dibangun dalam satu dua tahun. Tapi hutan yang telah ditebang memerlukan waktu puluhan tahun untuk bisa seperti sedia kala memenuhi fungsinya sebagai peresap air hujan.
Sebenarnya kalau terjadi banjir besar setiap tahun, maka kita patut khawatir akan terjadi kekeringan di masa datang, khususnya yang berasal dari sumur/bor. Kita barangkali tidak menyadari bahwa air bor dari dalam tanah yang kita pakai hari ini sebenarnya adalah air hujan yang meresap ke dalam tanah di daerah hulu sepuluh sampai tiga puluh tahun yang lalu. Air itu mengalir lambat di dalam tanah sehingga mencapai sumur bor kita dalam ukuran milimeter per tahun. Jika air itu sekarang lebih banyak mengalir di permukaan karena tidak mampu meresap ke dalam tanah dan menyebabkan banjir, maka nantikanlah masa-masa kekeringan panjang di masa datang. **
Penulis adalah Pengamat Tata Kota yang berasal dari Universitas Riau