Keimanan dan Pengorbanan

Oleh Yudi Latif

Saudaraku, ibarat drama kolosal, ibadah haji adalah epik duologi yang menampilkan gerak kehidupan secara simultan: gerak kembali dan gerak kembara.

Yang pertama menampilkan prosesi kepulangan manusia dari “rumah duniawi” menuju “rumah Ilahi” (gerak keimanan). yang kedua menampilkan prosesi pengembaraan manusia dari “rumah Ilahi” ke “rumah duniawi” (gerak pengorbanan).

Kedua gerak ini dijalani lewat napak tilas jejak historis para pahlawan peradaban (Ibrahim, Hajar, dan Ismail) sebagai hulu berpadunya sungai keimanan dan pengorbanan.

Gerak kembali ke rumah Allah ini dilalui lewat prosesi “haji kecil” (umrah) dengan serangkaian ritual: ihram, thawaf, dan sa’i.

Ali Shariati melukiskan makna simbolis dari ritual umrah itu secara menawan. dalam berihram, sang aktor (manusia) harus menanggalkan pakaian sehari-hari di miqat. karena pakaian menutupi diri dan watak manusia; melambangkan status dan perbedaan; menciptakan batas palsu yang menyebabkan perpecahan di antara umat manusia.

Dalam perjalanan menuju “rumah Allah”, segala batas dan perbedaan itu harus dilucuti, kerena di mata Allah, derajat manusia sama. Maka, kenakanlah kain tak berjahit dengan warna dasar (putih). saksikanlah, dalam kesederhanaan dan tanpa topeng, manusia menemukan persamaan dan kesederajatan. dan, hanya dengan kondisi seperti itu, bolehlah ia menuju Ka’bah.

di dalam thawaf, hendaklah sang aktor ikut hanyut dalam arus lautan manusia lainnya. Semua “aku” bersatu menjadi “kita”, berputar mengitari Ka’bah, bagaikan bintang-bintang yang beredar mengelilingi orbitnya. Itu berarti, untuk dapat menghampiri Allah, setiap individu harus menghampiri manusia. Jalan Ketuhanan adalah jalan kemanusiaan. tanpa tindakan kemanusiaan, kesucian Ketuhanan tak bisa direngkuh.

Dalam Sa’i, sang aktor berlari-lari kecil antara dua bukit, memerankan heroisme Siti Hajar yang berjuang mencari air untuk menyelamatkan bayinya, Ismail. Sa’i berarti berjihad sebisa mungkin demi sesuatu yang lebih besar dari kepentingan sendiri. bermula dari Bukit Shafa (yang berarti cinta murni) menuju Marwah (yang berarti idealitas dan altruisme). pada titik ini, keimanan berpadu dengan pengorbanan. dan, di situlah Haji kecil berakhir.

Penulis merupakan seorang aktivis dan cendekiawan muda serta aktif sebagai dosen tamu di sejumlah Pendidikan Tinggi.

Related posts