Katakata.id – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) angkat bicara terkait perseteruan antara Co-Captain Timnas AMIN Thomas Lembong dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengenai industri Nikel.
“Baik Tom, Luhut maupun Bahlil, sama-sama bicara untuk kepentingan industri, abai dengan dampak negatif yang dialami rakyat dan lingkungan,” kata Koordinator JATAM Melky Nahar saat dikonfirmasi Katakata, Sabtu (27/1/2024).
Ia mengatakan mereka sama-sama masa bodoh dengan realitas praktik hilirisasi nikel yang justru memiskinkan warga dan menguntungkan pelaku industri.
“Termasuk fakta bahwa hilirisasi memicu perluasan pembongkaran nikel yang berdampak pada lenyapnya ruang produksi warga, pencemaran sumber air dan perairan laut, perusakan kawasan hutan yang memicu deforestasi, terganggunya kesehatan warga, hingga kekerasan dan kriminalisasi, serta kecelakaan kerja yang berujung pada kematian,” jelas Melky.
Menurutnya, mereka itu bertengkar dan berdebat di ruang publik hanya untuk kepentingan elektoral saja.
“Parahnya lagi, mereka bertengkar hanya karena kepentingan elektoral semata, tidak dalam kerangka mengatasi masalah hilirisasi yang ugal-ugalan tadi,” tegasnya.
“Intinya ini memalukan!,” ujarnya.
JATAM mencatat, situasi itu terjadi hampir di seluruh kawasan industri, mulai dari PT PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Morowali, PT Gunbuster Nickel Industry di Morowali Utara, Virtue Dragon Nickel Industry di Konawe, Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) di Halmahera Tengah, hingga Kawasan Industri di Pulau Obi yang dikendalikan Harita Group.
Ia menerangkan bahwa, pengabaian atas realitas yang pelik itu, kemudian saling “serang” antar elit politik yang sedang mempertahankan dan merebut kekuasaan pada Pemilu 2024, tampak bukan semata-mata membongkar borok proyek hilirisasi andalan Presiden Jokowi yang ugal-ugalan.
“Tetapi juga bisa dibaca sebagai terganggunya kepentingan bisnis Bahlil dan Luhut, serta sejumlah pengusaha dan elit politik yang tersebar di tiga pasangan capres-cawapres Pemilu 2024,” terangnya.
Sehingga, Melky berpandangan, saling serang antara Tom Vs Luhut dan Bahlil itu, tampak hanya terkait kepentingan mereka sendiri dan kroni serta industri itu sendiri. Parahnya lagi, gaduh nikel itu demi meraup keuntungan politik di Pemilu 2024, tidak dalam rangka mengatasi penderitaan dan kerusakan lingkungan akibat proyek hilirisasi.
“Dipakai atau tidak dipakainya nikel Indonesia oleh Tesla, sama sekali tak berdampak pada pengurangan pembongkaran nikel di Kepulauan Sulawesi, Maluku, hingga Papua,”ungkapnya.
“Sebaliknya, pembongkaran terus berlanjut, mengabaikan derita rakyat dan kerusakan lingkungan yang tak pernah terurus,” pungkas Melky. (RA/***)