Perbedaan Bahasa Menjadi Kesalahpahaman Antara Bangka dan Palembang

Oleh : Windi Fitria

Katakata.id – Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki keragaman budaya, ras, suku bangsa, kepercayaan, agama, dan bahasa. Sesuai semboyang Bhineka Tunggal Ika, maka meskipun memiliki keragaman budaya, Indonesia tetap satu. Keragaman yang ada di Indonesia adalah kekayaan dan keindahan bangsa Indonesia. Untuk itu pemerintah akan terus mendorong keberagaman tersebut menjadi suatu kekuatan untuk bisa mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional menuju indonesia yang lebih baik.

 

Kata “budaya” berasal dari bahasa Sansekerta “Buddhayah” yang merupakan bentuk jamak dari kata “Budhi” (budi). Jadi budaya adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pikiran. Selain itu, kata budaya juga berarti budi dan daya atau kekuatan budi. Budaya adalah cara hidup yang berkembang dan memisahkan sekelompok orang, yang diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terdiri dari banyak elemen yang kompleks, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, alat, pakaian, bangunan, dan karya seni.

 

Keberagaman bahasa adalah suatu kondisi dimana dalam masyarakat terdapat banyak bahasa-bahasa. Indonesia memiliki keberagaman bahasa, karena setiap suku di Indonesia memiliki bahasanya masing-masing. Bahasa, seperti budaya, adalah bagian integral dari sifat manusia sehingga kecenderungan banyak orang untuk menangis adalah turun-temurun. Ketika seseorang mencoba berkomunikasi dengan orang yang memiliki budaya berbeda dan beradaptasi dengan perbedaan tersebut, hal itu membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.

Bicara tentang keragaman bahasa di Indonesia, salah satunya bahasa Bangka. Bahasa bangka adalah sarana komunikasi yang digunakan oleh masyarakat Bangka Belitung khususnya di pulau Bangka. Bahasa Bangka termasuk dalam salah satu bahasa rumpun Melayu. Fungsi lainnya sebagai penanda atau identitas suatu daerah dan kebanggaan tersendiri pada suatu daerah. Berdasarkan informasi dari dinas kebudayaan provinsi Kepulauan Bangka Belitung, penutur bahasa bangka mencapai 340.000 pada tahun 2000 silam.

Selain bahasa Bangka ada pula bahasa Palembang yang mempunyai dua tingkatan, yaitu baso Pelembang alus atau bebaso dan baso Pelembang sehari-hari. Baso Pelembang alus dipergunakan dalam dialog dengan pemuka warga, orang-orang tua, atau orang-orang yang dihormati, terutama dalam upacara aturan sejak dahulu kala. Bahasa ini berakar pada bahasa Jawa karena raja-raja Palembang berasal dari Kerajaan Majapahit, Kerajaan Demak, dan Kerajaan Pajang. Itulah sebabnya perbendaharaan kata Baso Pelembang Alus banyak persamaannya dengan perbendaharaan kata dalam bahasa Jawa. Sementara itu, baso sehari-hari dipergunakan oleh wong Palembang dan berakar pada bahasa Melayu. Dalam praktiknya sehari-hari, orang Palembang biasanya mencampurkan bahasa ini dan bahasa Indonesia (pemilihan kata berdasarkan kondisi dan koherensi) sehingga penggunaan bahasa Palembang menjadi suatu seni tersendiri.

Ada beberapa kosa kata kesamaan antara bahasa bangka dan palembang salah satunya yaitu kata “belagak”, Di daerah Bangka, kata “Belagak” diartikan sebagai sombong, sombong, angkuh, dan sok suci, sedangkan di Palembang, artinya cantik, tampan, cantik, dan keren.

Kata “belagak” bisa membuat kita salah paham antara bahasa Bangka dan Palembang karena menjual bahasa tetapi memiliki arti yang berbeda. Jika kedua daerah tidak saling belajar, maka akan terjadi pemahaman bahasa antar budaya yang akan menyebabkan orang-orang yang berbeda bahasa akan ketinggalan, salah paham, salah paham dan kurang komunikasi antar penutur karena adanya perbedaan.

 

Ada beberapa dampak buruk yang ditimbulkan dalam kesalahpahaman bahasa yang paling utama adalah perpecahan antar daerah dan budaya. Jika hal tersebut terjadi tentu akan menurunkan tingkat kelestarian bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Salah satu contoh yaitu contoh kalimat dalam bahasa Bangka: Jangan belagak igek jadi urang! yang artinya Jangan terlalu bangga menjadi manusia!

 

Kata “belagak” bisa membuat kita salah paham antara bahasa Bangka dan Palembang karena menjual bahasa tetapi memiliki arti yang berbeda. Jika kedua daerah tidak saling belajar, maka akan terjadi pemahaman bahasa antar budaya yang akan menyebabkan orang-orang yang berbeda bahasa akan ketinggalan, salah paham, salah paham dan kurang komunikasi antar penutur karena adanya perbedaan. Kekacauan yang terjadi akan memunculkan sanksi sosial bagi masyarakat yang tidak mengerti aspek budaya dalam segi bahasa di suatu daerah. Sanksi sosial yang umum ditemukan di lingkungan masyarakat adalah bentuk bullying secara langsung ataupun tidak langsung.

Pada kasus tentang kesalahpahaman bahasa antar daerah ini bisa dilihat melaui narasi singkat ini: kasus yang sering terjadi pada sebuah hotel dan konsumen, diakibatkan oleh kesalahpahaman komunikasi yang tidak jarang menimbulkan konflik dan berujung pada tindakan yang tidak mengenakan kepada salah satu atau kedua belah pihak. Kasus seperti ini marak terjadi di perusahaan yang bergerak di bidang jasa salah satunya adalah perhotelan. Konsumen bidang perhotelan bukan hanya dari kalangan turis domestik, melainkan turis mancanegara.

Kasus tersebut berawal dari konsumen yang hendak memesan kamar hotel yang sangat bagus dengan pemandangan yang indah, dan sang resepsionis menjelaskan dengan jelas bagaimana peraturan dan harga pada pemesanan tersebut. Setelah cocok dengan harga yang di pesan sang resepsionis palembang ini menyebutkan basa-basi untuk memuji fasilitas hotel mereka dengan menyebutkan “Belagak sangat kamar hotel yang dipesan ibu ini?” dan seketika konsumen dari bangka ini langsung emosi dan terjadilah perdebatan lumayan besar antara resepsionis dan konsumen yang sesama emosional, lalu datanglah manager hotel tersebut dan mendamaikan mereka.

 

Uraian di atas menimbulkan permasalahan bagaimana teori komunikasi yang baik untuk meningkatkan pelayanan dan mengurangi kesalahpahaman pada perusahaan yang bergerak di bidang jasa perhotelan. Selain itu upaya apa saja yang dapat digunakan manajemen perhotelan untuk dapat meningkatkan komunikasi terhadap karyawan-karyawannya sehingga operasional dapat berjalan sesuai prosedur yang telah ditentukan.

Dalam berbahasa ini ada beberapa hal yang bisa kita lakukan contohnya tindakan preventif salah satu tindakan tersebut yaitu saling belajar antara bahasa,budaya masing masing daerah dan saling menghormati antar perbedaan, jika hal ini terjadi maka keadaan negara atau daerah kita akan baik-baik saja, karena masyarakatnya saling menjaga hal-hal tersebut.(***)

Penulis merupakan Mahasiswi Semester VI Sastra Inggris Universitas Bangka Belitung.

Related posts