Profisiensi Interpreting Practice terhadap Objek Wisata di Sungailiat

Katakata.id, Sungailiat – Dalam upaya meningkatkan daya tarik dan pengembangan sektor pariwisata, sebuah penelitian tentang profisiensi interpreting practice (praktik penerjemahan) terhadap objek wisata di Sungailiat, Bangka, telah dilakukan. Penelitian ini dipimpin oleh Rizky Arif Afandi, seorang akademisi dan praktisi dalam bidang bahasa dan pariwisata, yang juga merupakan dosen di Universitas Bangka Belitung.

Sungailiat merupakan salah satu destinasi wisata yang kian populer di Bangka Belitung, terkenal dengan keindahan alamnya, sejarah budaya, dan kekayaan tradisi lokal. Namun, meskipun memiliki potensi yang besar, objek wisata di daerah ini belum sepenuhnya terkelola dengan baik, terutama dalam hal komunikasi dan interpretasi informasi bagi pengunjung. Praktik interpreting yang efektif diharapkan dapat membantu wisatawan memahami nilai-nilai sejarah, budaya, dan lingkungan yang ada di Sungailiat. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan meningkatkan praktik interpreting di objek wisata yang ada, sehingga dapat meningkatkan pengalaman wisatawan dan mendukung keberlanjutan pariwisata lokal.

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan utama; (1) Menganalisis Kualitas Interpreting Practice: Mengkaji bagaimana praktik interpreting yang saat ini diterapkan di objek wisata Sungailiat, termasuk kejelasan informasi yang disampaikan kepada pengunjung; (2) Mengidentifikasi Kendala: Menemukan tantangan dan hambatan yang dihadapi dalam praktik interpreting, baik dari segi sumber daya manusia maupun infrastruktur, dan (3) Memberikan Rekomendasi: Mengusulkan langkah-langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan profisiensi dalam praktik interpreting, dengan fokus pada peningkatan keterampilan pemandu wisata dan penyampaian informasi yang lebih baik.

(Dok. istimewa)

Rizky Arif Afandi dan timnya menggunakan metode deskriptif-kualitatif dalam penelitian ini. Mereka melakukan survei terhadap wisatawan yang berkunjung ke objek wisata di Sungailiat serta wawancara mendalam dengan pemandu wisata dan pengelola objek wisata. Data kuantitatif dikumpulkan melalui kuesioner yang disebar kepada pengunjung, sementara data kualitatif diperoleh dari wawancara yang lebih mendalam.Hasil dari survei dan wawancara ini kemudian dianalisis untuk mengidentifikasi pola dan masalah yang ada, serta untuk mengevaluasi efektivitas praktik interpreting yang diterapkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun terdapat beberapa pemandu wisata yang sangat terampil dalam menyampaikan informasi, masih banyak yang perlu ditingkatkan. Banyak pengunjung mengeluhkan kurangnya kejelasan dan detail informasi yang diberikan saat tur. Mereka merasa bahwa pemandu wisata tidak selalu mampu menjelaskan konteks sejarah dan budaya objek yang mereka kunjungi. Kendala lainnya yang diidentifikasi termasuk kurangnya pelatihan bagi pemandu wisata, serta keterbatasan materi interpretasi yang tersedia. Banyak pemandu yang tidak memiliki akses ke sumber daya yang memadai untuk memperdalam pengetahuan mereka mengenai sejarah dan budaya lokal. Selain itu, faktor bahasa juga menjadi masalah, terutama untuk wisatawan asing yang tidak memahami bahasa Indonesia. Hal ini menunjukkan perlunya pemandu wisata yang memiliki kemampuan bahasa asing dan memahami konteks budaya yang lebih luas.

Berdasarkan hasil penelitian, ketua penelitian beserta tim penelitian mengajukan beberapa rekomendasi untuk meningkatkan profisiensi praktik interpreting di Sungailiat:

  1. Pelatihan Rutin untuk Pemandu Wisata: Mengadakan pelatihan berkala yang berfokus pada peningkatan keterampilan komunikasi, pengetahuan tentang sejarah dan budaya lokal, serta teknik interpretasi yang efektif.
  2. Pengembangan Materi Interpretasi: Membuat materi interpretasi yang lebih komprehensif dan menarik, termasuk panduan tertulis, peta interaktif, dan multimedia yang dapat digunakan selama tur.
  3. Sumber Daya Manusia: Memperkuat tim pemandu wisata dengan merekrut pemandu yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang sejarah, budaya, dan komunikasi.
  4. Kerja Sama dengan Institusi Pendidikan: Menggandeng universitas dan lembaga pendidikan untuk mengembangkan program-program yang dapat mendukung pemandu wisata dalam meningkatkan kemampuan mereka.
  5. Penggunaan Teknologi: Memanfaatkan teknologi informasi untuk membuat aplikasi mobile yang dapat memberikan informasi kepada pengunjung tentang objek wisata, termasuk informasi latar belakang yang lebih mendalam.
(Dok. istimewa)

Dengan meningkatkan profisiensi praktik interpreting di objek wisata Sungailiat, diharapkan pengalaman wisatawan akan semakin baik. Wisatawan yang memahami konteks sejarah dan budaya tempat yang mereka kunjungi cenderung memiliki kepuasan yang lebih tinggi dan kemungkinan besar akan merekomendasikan destinasi tersebut kepada orang lain. Selain itu, peningkatan kualitas interpretasi juga dapat berdampak positif pada ekonomi lokal. Wisatawan yang lebih puas akan menghabiskan lebih banyak waktu dan uang di area tersebut, mendukung bisnis lokal dan menciptakan lapangan kerja baru.

Penelitian yang dipimpin oleh Rizky Arif Afandi ini menunjukkan bahwa praktik interpreting di objek wisata Sungailiat memiliki potensi besar untuk ditingkatkan. Dengan fokus pada pelatihan pemandu wisata, pengembangan materi interpretasi, dan penggunaan teknologi, destinasi ini dapat lebih menarik bagi pengunjung, sekaligus melestarikan warisan budaya dan sejarah yang kaya.

(Dok. istimewa)

Sebagai penutup, Rizky berharap bahwa temuan dan rekomendasi dari penelitian ini akan mendapatkan perhatian dari para pemangku kepentingan di sektor pariwisata, sehingga dapat mendorong kolaborasi yang lebih baik dalam pengembangan dan pengelolaan objek wisata di Sungailiat, Bangka. Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan Sungailiat dapat menjadi contoh keberhasilan dalam mengintegrasikan praktik interpreting yang efektif dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan.

Penulis: Rizky Arif Afandi, Tsasa Vina Febiola, Tia Ayu Susanti

Related posts