Oleh : Muhammad Ikhsan
Sungai Sail adalah sungai terpanjang di Pekanbaru yang mengalir sepanjang 25 km semuanya di dalam wilayah administrasi Pekanbaru. Meskipun ada beberapa sungai lainnya di Pekanbaru, selain Sungai Siak dan Sungai Kampar yang besar, terdapat beberapa anak sungai yang mengalir ke dua sungai besar ini, seperti Kelulut, Sibam, Tarai, Senapelan, Air Hitam, Teleju, Tenayan, Takuana, Umban dan lainnya, Sungai Sail termasuk yang paling penting untuk mendapat perhatian.
Sungai Sail meliuk-liuk dari hulunya di daerah kebun sawit di sebelah utara Jalan Lintas Timur di dekat batas timur Kota Pekanbaru, kemudian menuju ke sebelah timur Hotel Labersa, terus ke utara di muara parit indah, kemudian memotong jalan Harapan Raya, terus memotong jalan Hang Tuah, memotong jalan Kuantan, memotong jalan Satria, dan terakhir memotong jalan Sumber Sari dan terakhir bermuara di Sungai Siak.
Kegiatan perkebunan sawit di bagian hulunya banyak menimbulkan erosi dan mengeruhkan sungai, apalagi dengan tanah di wilayah ini yang berupa tanah kuning berpasir. Kegiatan penambangan pasir tembak di bagian hulu ini juga memperparah sedimentasi di hilirnya.
Bagian sungai yang ramai dengan pemukiman adalah sekitar 9,1 km mulai dari Jembatan Parit Indah sampai ke Sungai Siak. Di wilayah ini, lebar sungai antara 20 sampai 30 m. Meskipun demikian, terdapat penyempitan di sekitar perumahan Jondul dan Kuantan Regency menjadi hanya sekitar 8 m saja.
Anak-anak sungainya pun banyak yang mengalir ke sungai ini. Wilayah bandara, Arifin Ahmad, Paus, Labersa, Simpang Tiga, Parit Indah, Harapan Raya, Lintas Timur, Kulim, Hang Tuah, Gubernuran semuanya mengalir ke sungai Sail. Sekitar sepertiga wilayah Pekanbaru bagian selatan Sungai Siak ini mengalir ke Sungai Sail.
Dari cerita-cerita orang-orang tua, Sungai Sail dan anak sungainya dulu airnya bersih dan berwarna kecoklatan seperti air di tanah gambut. Anak-anak sungainya seperti Sungai Tangkerang di daerah Tangkerang dulu bahkan bisa diminum langsung airnya untuk pelepas dahaga orang yang lewat.
Sekarang tentu hal tersebut tidak lagi bisa dilakukan karena sungai dan parit kita saat ini selain menjadi tempat penyaluran air hujan, juga sebagai tempat akhir pembuangan limbah cair kita, baik limbah dapur, kamar mandi, maupun limbah usaha perdagangan.
Coba kita perhatikan, limbah pedagang ayam potong kemana perginya? Juga limbah cuci kendaraan, limbah laundry, limbah pasar, limbah rumah makan/restoran, dan limbah warung kaki lima. Sampah-sampah yang tak terurus dan sebagian disengaja, tempat berkumpulnya juga ke dalam parit dan akhirnya mengalir ke sungai Sail sebagai tempat paling rendah sesuai hukum gravitasi.
Jadilah sungai-sungai di Pekanbaru, terutama sungai Sail menanggung beban berat, mulai dari polusi air, polusi padat (sampah), sedimentasi, penyempitan karena penimbunan dan pembangunan perumahan. Selain kumuh, banjir juga kerap terjadi di aliran Sungai Sail.
Pertanyaanya kepada kita sekarang adalah: sampai kapan ini terus terjadi? Apakah akan kita biarkan ia selamanya begini? Tidakkah kita tergiur dengan penataan-penataan sungai di kota-kota besar yang sukses mempercantik sungainya, solusi dari masalah banjir, menjadi sarana transportasi, dan bahkan tempat rekreasi dan RTH yang indah? Lihatlah Ciliwung, Cisadane, Sunter, Cikapundung, Kali Mas sudah berbenah dan mulai asri. Cheonggyecheon di Seoul yang dulu jorok, dalam 3 tahun restorasi, kini jadi tempat wisata warga kota.
Bisakah Sail?
Tentu saja bisa! Minimal ada 3 syaratnya. Pertama, adalah kemauan (political will dan komitmen pemerintah daerah). Kedua, perencanaan yang baik. Ketiga, konsistensi dan kerjasama semua stake holder. Beberapa langkah penataan sungai Sail:
Pertama, Walikota menetapkan garis sempadan sungai (15 m dari palung dan ketentuan lainnya) yang didahului oleh studi penetapan. Setelah sempadan ini ditetapkan, barulah pemanfaatannya bisa resmi dilakukan untuk ruang terbuka hijau (RTH).
Kedua, pengerukan/normalisasi sungai Sail sepanjang 9 km, termasuk pelebaran di sekitar perumahan Jondul dan Kuantan Regency. Pengerukan ini sangat penting untuk mengatasi banjir di subdas Sail ini. Pengerukan ini bisa sekaligus digunakan untuk mempersiapkan badan jalan inspeksi di sepanjang tepi sungai sehingga bisa dimanfaatkan untuk jalur transportasi alternatif.
Ketiga, memasang perangkap sampah di saluran primer yang menuju ke sungai Sail, supaya sampah-sampah tidak lagi masuk ke sungai Sail. Hal ini dilakukan seiring dengan pengelolaan persampahan perkotaan.
Keempat, membangun kolam pengendap sedimentasi di hulu dari jembatan parit indah untuk mengurangi sedimentasi dan kekeruhan yang dibawa dari hulu.
Kelima, mengelola limbah cair perkotaan supaya tidak masuk ke drainase, sehingga yang masuk ke drainase dan sungai hanya air hujan dan air limbah yang telah diolah. Hal ini sejalan dengan pembangunan SPALD (sistem pengelolaan alir limbah domestik) yang berjalan saat ini.
Keenam, secara bertahap membangun tanggul permanen dikombinasikan dengan tanggul alami, penghijauan dan penataan RTH di kawasan sempadan sungai.
Kalau sudah begini, maka suasana seperti di Sungai Cheonggyecheon di Seoul bukan hanya mimpi. Pekanbaru bisa.
Penulis adalah Pengamat Tata Kota yang berasal dari Universitas Riau