Katakata.id – Tahapan Pemilu 2024 sudah dimulai sejak 14 Juni 2022 dan pemilihan suara serentak disepakati tanggal 14 Februari 2024. Partai-partai politik sudah menanam sejumlah strategi untuk merebut suara, termasuk suara Gen Z. Pemilu 2024 boleh dibilang menarik, karena ada Gen Z yang masuk dalam daftar pemilih. Orang-orang generasi Z yang lahir pada 1996 hingga 2012 dikenal apolitis, gadget mania, dan melek media sosial.
Merujuk pada data BPS (Hasil Data sensus) tahun 2020 menjelaskan bahwa populasi Gen Z mencapai 74,9 Juta atau 27,7 % dari total penduduk Indonesia yakni sekitar 270,20 juta Jiwa, dari data tersebut dapat diartikan bahwa kehadiran Gen Z tidak hanya dianggap sebatas angka, melainkan dapat memainkan peran potensial demi kebutuhan meraup dukungan konstituen politik pada kontestasi pemilu di tahun 2024. Dan bukan tidak mungkin jika kelahiran Gen Z mampu menjadi kunci kemenangan bagi kontestan yang akan berkompetisi pada kontestasi elektoral mendatang. Tentunya dengan adanya Gen Z pola pendekatan dan komunikasi politik menjadi sangat menarik untuk dinantikan, bagaimana peserta pemilu menggunakan berbagai strategi dan komunikasi politik guna memaksimalkan menjadi pilihan dari kalangan Gen Z.
Kehadiran Gen Z juga sudah seharusnya menjadi salah satu pertimbangan bagi kelompok berkepentingan dalam pemilu 2024, baik dari penyelenggara pemilu yakni Komisi Pemilihan Umum mampu menjangkau Gen Z untuk menjadi pemilih yang partisipatif pada pemilu mendatang dengan program dan pendekatannya. Kemudian dari peserta pemilu yakni partai politik dan para caleg mampu memetakan perilaku Gen Z sehingga melahirkan dukungan yang positif bagi kebutuhan perolehan suara. Dan diharapkan tidak hanya sebatas dukungan politik pada pemilu 2024 saja, tetapi juga setelah itu Gen Z harapannya menjadi kelompok yang sadar dan aktif mengawal pembangunan dan kebijakan politik secara partisipatif.
Tentunya kehadiran Gen Z tidak hanya menjadi pelengkap dalam proses pemilihan umum, dengan rentang usia Gen Z hari ini pada usia 17 hingga 25 tahun, memiliki perilaku sosial yang khusus yang biasa disebut sebagai I-Generation. Generasi ini diframe dengan proyeksi yang begitu optimistik, satu hal yang menjadi ciri khas kuat dari generasi ini adalah karakternya yang digital native. Fase pertumbuhan yang berjalan beriringan dengan mapannya infrastruktur teknologi informasi global membuat mereka terpisah dengan memori dunia lama dan melihat dunia dengan cara yang baru melalui teknologi.
Perilaku Gen Z yang pada fasenya didampingi oleh teknologi tentu menjadi warna tersendiri bagi komunikasi politik yang membutuhkan kreativitas dan inovasi penggunaan media digital dan media sosial yang menjadi sarana agar mudah dijangkau oleh Gen Z hari ini. Variasi dan perilaku pemilih yang dimiliki Gen Z menjadi sebuah arus baru bagi terselenggaranya pesta demokrasi yang menarik.
Dipanggung politik, keterlibatan Gen Z mencuri perhatian tersendiri dari ini. Intensifikasi terhadap akses informasi berkat penguasaan teknologi (media sosial) memungkinkan mereka dapat mengakses beragam isu secara luas dan cepat. Isu keberagaman, perubahan iklim, kesetaraan, hingga pemerintahan yang bersih menjadi perbincangan dikalangan Gen Z. Ini membuat mereka kerap dikesankan memiliki langkah yang progresif dalam politik. Tentu dengan realitas tersebut sudah seharusnya partai politik harus berubah dengan narasi yang baru dan approach yang baru, demi merangkul Gen Z dan berbasis technologic driven. Maka partai politik harus mampu beradaptasi dan harus inovatif dengan alam berpikir Gen Z terkini, maka politik harus menjadi daya tarik bagi Gen Z.
Penyesuaian yang perlu dilakukan tidak hanya secara komunikasi tapi juga dalam upaya melakukan konsolidasi internal partai politik dalam menentukan dan memilih para caleg dan calon presiden yang mampu mengakomodir keresahan dan gagasan dari Gen Z. Maka partai politik harus melakukan tranformasi baik dalam ideologi dan menyaring siapa saja calon yang mampu menjadi alternatif dan menarik untuk dipilih oleh kaum generasi Z. Tentunya dengan kehadiran wajah-wajah baru dalam panggung politik menjadi daya tarik bagi generasi Z karena generasi ini memiliki tingkat kritis lebih dibanding dengan generasi terdahulu, sehingga dengan arus informasi yang mudah diakses oleh generasi Z membuat isu (konten) politik lebih menarik perhatian dibanding popularitas itu sendiri didalam politik.
Metode kampanye menjadi komunikasi penghubung antara peserta pemilu dengan pemilih pemilu itu sendiri termasuk didalamnya adalah Gen Z. Mayoritas partai politik yang hari ini masih menggunakan cara kampanye yang konvensional sehingga membuat narasi politik cenderung kaku dan tidak menarik bagi sebagian kalangan. Komunikasi itu pada kuncinya bagaimana pesan yang ingin disampaikan dapat disampaikan dengan media yang tepat dan tersampaikan dengan sesuai target. Dengan perilaku Gen Z yang konsumtif terhadap teknologi dan sarana media modern maka sudah semestinya partai politik harus mampu menjangkau keberadaan Gen Z pada ruang tersebut. Sehingga cara-cara konvensional tidak lagi dianggap efektif untuk mampu beradaptasi dengan pendekatan yang diinginkan oleh Gen Z.
Penggunaan narasi yang ringan, santai dan fun tentu menjadi salah satu cara pendekatan yang lebih mudah untuk dicerna bagi kaum generasi Z. Sehingga topik politik menjadi bahasan yang menarik untuk dibincangkan. Media sosial juga menjadi opsi sarana untuk dimaksimalkan dalam menyampaikan pesan-pesan politik yang efektif bagi Gen Z entah itu dengan Instagram, Tik tok, Twitter ataupun Facebook, dengan pemetaan target dan konten yang sesuai dengan generasi Z. Sudah waktunya generasi muda menentukan arah politik yang lebih progresif dan substansial pada kemajuan zaman dan pembangunan negara kearah yang lebih baik. Maka peran Gen Z dan kaum muda lainnya sangat menarik untuk dijadikan konsiderasi bagi perilaku politik dimasa sekarang serta masa yang akan datang.(***)
Penulis merupakan Dosen Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung