Alienasi dan Prekarisasi, Wajah Buruh Hari Ini

Oleh: Robi Armilus SSos MSi, Dosen Sosiologi FISIP UNRI

Katakata.id – Peringatan hari buruh yang jatuh pada tanggal 1 mei diperingati oleh seluruh buruh di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia, momen hari buruh seringkali diperingati dengan aksi damai turun ke jalan oleh para buruh untuk menyuarakan tuntutan terkait kenaikan upah, jam kerja dan jaminan sosial.

Peringatan hari buruh menjadi momentum penting bagi para buruh untuk memperjuangkan haknya, setiap tahunnya tuntutan yang diminta terkait system kerja, upah, jam kerja, kepastian status, jaminan dan perlindungan sosial memiliki satu kesimpulan yang sama, yaitu buruh ingin hidupnya sejahtera. Karena kesejahteraan layak untuk diperjuangkan. Namun jangankan untuk bisa hidup sejahtera, hidup layak pun hanya untuk sekadar memenuhi kebutuhan hidup para buruh masih harus berjuang.

Alienasi Buruh Modern

Alienasi merupakan konsep yang dikemukakan Marx, dimana alienasi adalah keterasingan manusia dari darinya sendiri. Dalam konteks buruh keterasingan ini akibat dari system kerja yang kapitalis, dimana para buruh terasing dari produk kerjanya sendiri karena hasil kerjanya menjadi milik pemilik modal, buruh juga terasing dari proses produksi dimana kinerja buruh dikendalikan oleh logika efesiensi bukan kepuasan dan ekspresi diri, dan buruh juga terasing dari sesamanya.

Kita ambil contoh alienasi yang hadir pada buruh modern. Digitalisasi menghadirkan peluang baru sekaligus tantangan baru bagi para buruh, pekerja disektor informal misalnya seperti driver ojek online mengalami alienasi karena dituntut  mencapai target dan bekerja dengan menyesuaikan algoritma aplikasi, meski ada kebebasan bekerja namun pada dasarnya para driver tetap dikendalikan oleh aturan pemilik aplikasi. Mereka bisa bekerja 10-12 jam sehari tanpa sadar, fleksibilitas waktu membuat mereka terlena dari dampak sosial dari pekerjaannya. Rasa khawatir dan kecemasan setiap harinya akan target terpenuhi membuat para driver terasing dari proses produksinya dan tidak merasa puas dengan pekerjaannya.

Prekarisasi Buruh dan Ekploitasi Kelas

Prekarisasi  (perentanan ) buruh merujuk pada kondisi kerja buruh yang tidak stabil, tidak pasti dan minim perlindungan. Istilah prekarisasi atau precariat merupakan istilah yang dipopulerkan oleh Guy Standing dalam bukunya the precariat: the new dangerous class. Prekariat adalah paduan dari precarious (rentan) dan proletariat( kelas pekerja) atau bisa kita simpulkan sebagai pekerja yang berada dalam kondisi rentan. Adapun yang menjadi sumber kerentanan adalah system kerja kontrak yang membuat pekerjaan bisa diputus kapanpun.

Dalam dunia kerja era modern pekerja kontrak di sector manufaktur, pekerja kreatif dengan kontrak tidak jelas, kerja paruh waktu, kerja lepas, praktek magang merupakan para pekerja yang rentan karena tidak memiliki aspek jaminan sosial karena mereka tidak memiliki kejelasan pada jam kerjanya, kontrak kerjanya, jaminan kerjanya dan ruang lingkup pekerjaannya.

Secara umum ciri-ciri prekasrisasi sebagai berikut :
1. Status kerja tidak tetap,misalnya buruh pabrik yang dikontrak 3 bulan yang terus diperpanjang tanpa kepastian pengangkatan.

2. Upah rendah tanpa jaminan kenaikan upah

3.Tidak ada jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

4. Jam kerja yang tidak menentu, misalnya pekerja driver ojek online yang bekerja penuh waktu namun tidak dianggap karyawan dan tunduk pada algoritma aplikasi sehingga bisa lebih dari 10-12 jam sehari bekerja.

Buruh dianggap sebagai kelas yang terpinggirkan, bentuk ketidakpastian kerja, upah yang rendah, dan tanpa jaminan sosial menunjukan adanya ketidakadilan dalam hubungan industrial. Ada relasi hubungan yang tidak seimbang dan merugikan kaum buruh.

Jika merujuk pada data BPS 2024, ada 84 juta lebih pekerja informal di Indonesia, dimana 46 juta termasuk dalam pekerja lepas. Hal ini tentu saja merupakan bentuk ekploitasi baru bagi buruh pada era modern. Perkembangan teknologi dan digitalisasi yang semula diharapkan memberikan peluang baru namun ternyata juga membawa bentuk baru dalam ekploitasi kelas bagi kaum buruh.

Dalam perspektifnya Karl Marx, buruh kehilangan kontrol atas kerjanya dan semakin teralienasi dari pekerjaan dan sesamanya maka prekalisasi merupakan bentuk baru dari ekploitasi kaum proletar atau buruh.

Kondisi ini membawa dampak sosial dan psikologi bagi para buruh modern hari ini, mereka mengalami kondisi stress karena takut dipecat karena mudahnya pekerjaan mereka untuk digantikan oleh siapa pun dan kapan pun.

Permasalahan ini membuat negara harus hadir dengan memberikan perlindungan sosial dan jaminan hukum untuk para buruh yang rentan terhadap pemutusan hubungan kerja dengan membuat regulasi yang berkeadilan untuk para buruh.

Mari kita jadikan momentum peringatan hari buruh bukan hanya sebagai perayaan tetapi pengingat bahwa kerja manusia adalah “memerdekakan, bukan memperbudak” seperti kata Marx “ para pekerja tidak punya apa-apa selain rantai untuk dilepaskan, mereka punya dunia untuk dimenangkan”

Pertanyaannya untuk kita, beranikah kita untuk  memutuskan rantai itu ? (***)

Related posts