Katakata.id – Ombudsman Temukan 4 potensi Maladministrasi pada penyelenggaraan Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) meliputi Penundaan berlarut, Diskriminasi, tidak kompeten dalam penerapan SOP, dan penyimpangan prosedur dalam pengadaan bahan.
“Penundaan berlarut terlihat pada proses verifikasi mitra yang berjalan tanpa kepastian waktu serta keterlambatan pencairan honorarium bagi staf lapangan. Diskriminasi tercermin dari potensi afiliasi sejumlah yayasan dengan jejaring politik yang menimbulkan risiko konflik kepentingan dalam penetapan mitra,” kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika pada Konferensi pers yang digelar pada Selasa (30/9/2025).
Selanjutnya Yeka menerangkan, tidak kompeten yakni lemahnya kompetensi dalam penerapan SOP ditunjukkan oleh dapur yang tidak menyimpan catatan suhu maupun retained sample sehingga investigasi insiden keracunan menjadi terkendala.
“Adanya Penyimpangan prosedur dalam pengadaan bahan seperti kasus di Bogor ketika beras medium dengan kadar patah lebih dari 15 persen diterima meskipun kontrak menyebut beras premium, serta temuan distribusi sayuran busuk dan lauk yang tidak lengkap di sejumlah daerah,” terangnya.
Dia menyampaikan bahwa prinsip pelayanan publik pada program MBG ini harus dijalankan secara konsisten.
“Empat bentuk maladministrasi ini bukan hanya menggambarkan kelemahan tata kelola tetapi sekaligus menjadi pengingat penting bahwa prinsip pelayanan publik yakni kepastian, akuntabilitas, dan keterbukaan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 harus ditegakkan secara konsisten,” ujarnya.
Yeka juga menyebut, berkaitan dengan itu perlu disadari bahwa faktor eksternal khususnya potensi intervensi politik juga tidak dapat diabaikan dalam melihat dinamika penyelenggaraan program MBG.
“Keterkaitan sejumlah Yayasan dengan jaringan kekuasaan berpotensi menggeser orientasi program dari fokus utama pada perbaikan gizi menuju kepentingan yang lebih sempit,” sebutnya.
Yeka menambahkan jika pengawasan lemah maka dapat melahirkan maladministrasi struktural. “Jika tidak diawasi, maka hal ini dapat melahirkan bentuk maladministrasi struktural yang menghambat efektivitas program,” tambahnya.
Dalam pencegahan maladministrasi Ombudsman merumuskan tiga saran utama untuk memperkuat tata kelola program MBG. Pertama, saran untuk aspek penetapan penerima bantuan (Yayasan) dan SPPG. Kedua, saran pada aspek SPPG. Ketiga adalah saran pada aspek pengawasan SPPG.
“BGN perlu segera melakukan penyempurnaan regulasi (Juknis) program MBG terutama terkait tiga hal yakni memperkuat verifikasi dan penetapan bantuan yang harus jelas dengan kepastian waktu adil, terbuka dan akuntabel,” saran Yeka.
“Yang kedua pemenuhan syarat calon penerima manfaat seperti sekolah perlu didasarkan pada kriteria objektif misalnya jarak, infrastruktur dan kesiapan SPPG dengan dukungan data pemerintah daerah,” tutupnya. (RA)
