Lebih Dari Sekadar Kata
Direktur Kajian dan Riset IDE, Firman Edi. (Istimewa)

Resesi Ekonomi Global 2023, Bagaimana Indonesia?

Oleh: Firman Edi, SE

Katakata.id – Diakhir tahun 2021 kita sering mendengarkan narasi para pemimpin negara tentang masa peralihan dari pandemi covid menuju pemulihan ekonomi pasca covid baik di Indonesia maupun negara yang terdampak lainnya, hal ini diyakini menjadi titik awal kebangkitan ekonomi beberapa negara setelah dibombardir pandemi covid. Semua negara menyiapkan strategi bagaimana mempertahankan dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Namun situasi tersebut berbeda dengan narasi yang dibangun oleh para pemangku kebijakan, lembaga dan beberapa ekonom dunia belakangan ini, akhir-akhir ini banyak dimuat media bahwa International Monetary Fund (IMF), World Bank dan Asian Development Bank (ADB) bahkan juga dikumandangkan dalam pidato Presiden Joko Widodo tentang prediksi ekonomi global gelap dengan adanya potensi resesi ekonomi dunia yang akan terjadi pada tahun 2023. Hal ini tentu membuat cemas kebanyakan para pemimpin dan masyarakat dari berbagai belahan dunia.

Secara sederhana resesi adalah kondisi perlambatan ekonomi di suatu negara yang terjadi apabila Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami kontraksi dalam dua kuartal berturut-turut. Di Indonesia komponen terbesar penyusun PDB adalah konsumsi rumah tangga UMKM yaitu sebesar 61%, sementara sektor ekspor impor masih relatif kecil walaupun pertumbuhannya cukup cepat, oleh karena itu apabila terjadi goncangan pada ekonomi global maka bisa dipastikan negara dengan penyusun PDB yang mayoritas bergantung pada ekspor impor akan sangat berdampak. Setidaknya ada tiga faktor yang membuat banyak pihak cemas akan terjadinya resesi ekonomi, kalau bicara ruang lingkup ekonomi global dilihat bahwa sangat memungkinkan laju ekonomi melambat karena beberapa faktor. Faktor tersebut antara lain ketahanan energi, pangan dan finansial.

Kondisi ketahanan energi saat ini dimana pasokan energi dunia sedang macet sehingga mengakibatkan aktivitas ekonomi diberbagai belahan dunia jadi terhambat. Ketahanan pangan dunia menunjukkan bahwa sumber pasokan pangan dunia sedang berkurang, sedangkan jumlah penduduk dunia saat ini semakin bertambah mencapai 7,94 miliar diprediksi akhir tahun mencapai angka 8 miliar penduduk.

Ketahanan finansial penuh dengan ketidakpastian dikhawatirkan akan menimbulkan kredit macet yang bisa membuat sektor perbankan collapse.

Dari ketiga faktor tersebut para ekonom meyakini Indonesia masih bisa survive menghadapi permasalahan yang muncul akibat faktor-faktor tersebut.

Melihat situasi ketahanan energi dunia saat ini, Rusia yang dicekal banyak negara akbiat dari perang Rusia-Ukraina, sementara itu Rusia adalah salah satu negara supplier energi terbesar di dunia baik itu batu bara, minyak bumi maupun gas alam.

Kondisi perang Rusia-Ukraina membuat banyak negara mencekal Rusia, kondisi ini menyebabkan ketersediaan energi menjadi terbatas hingga membuat harga listrik melonjak sampai tiga kali lipat di beberapa negara eropa.
Jika menakar ketahanan energi di Indonesia salah satu nya adalah energi listrik yang diatas 50% bersumber dari batu bara yang sangat melimpah di Indonesia.

Kebutuhan batu bara tahun 2022 sebesar 188,9 juta ton dan untuk tahun 2023 sebesar 195,9 juta ton, sementara produksi batu bara sampai saat ini mencapai 360,70 juta ton dari target poduksi 663 juta ton. Produksi bata bara Indonesia selalu diatas kebutuhan dalam negeri, Indonesia punya cadangan batu bara sebanyak 37 miliar ton yang menempatkan Indonesia dengan negara nomor 7 cadangan batu bara terbesar di dunia.

Disamping itu melihat ketersediaan energi dari BBM, dimana sejak tahun 2004 konsumsi BBM di Indonesia selalu diatas kapasitas produksi, ini yang perlu kita khawatirkan karena kebutuhan bahan bakar meningkat sementara produksi dalam negeri tidak sebanding. Sementara berkaca dalam situasi global baru-baru ini sebanyak 23 negara penghasil minyak yang tergabung dalam OPEC+ telah mengumumkan memangkas produksi sebanyak 2% kebutuhan minyak dunia atau sebesar 2 juta barrel/hari, keputusan tersebut disinyalir akan menaikkan harga BBM dan memungkinkan akan mengeruk APBN lebih besar. Di lihat situasi ini, tidak menutup kemungkinan harga BBM di Indonesia tahun depan bisa naik lagi.

Dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia yang telah menyentuh angka 275 juta jiwa maka pemerintah harus memastikan bahwa Indonesia memiliki stok pangan yang cukup untuk dikonsumsi.

Ketersediaan beras nasional tahun 2022 diprediksi surplus 6,05 ton, kondisi ini diperkirakan tahun 2023 Indonesia tidak perlu impor beras. Walaupun Ukraina yang saat ini perang merupakan salah satu produsen jagung dan gandum terbesar di dunia tetapi sampai saat ini pasokan gandum di Indonesia masih terbilang aman karena mayoritas pasokan gandum berasal dari Australia, Kanada dan Argentina.

Menurut data dari data Global Food Security Index (GFSI) menunjukkan bahwa Indeks ketahanan pangan Indonesia meningkat sebanyak 1.7 % pada tahun 2022.

Produksi industri sawit Indonesia juga setiap tahun mengalami surplus, walaupun diprediksi tahun 2023 terancam turun karena naiknya harga pupuk dan penghapusan perkebunan sawit dari daftar penerima pupuk tahun 2022, walaupun kondisi tersebut terjadi tetapi tetap saja surplus produksi sawit Indonesia masih cukup besar jika dibandingkan dengan tingkat konsumsi.

Ketahanan finansial khususnya perbankan menjadi sangat penting bagi setiap negara karena banyak sektor yang bergantung pada pendanaan bank. ada dua indikator yang harus kita perhatikan dalam melihat ketahanan perbankan. Pertama, Rasio Kredit Macet (Non Performing Loan) untuk melihat seberapa banyak nasabah gagal bayar pengembalian pinjaman dari bank, apabila NPL tinggi artinya perdagangan maupun perputaran ekonomi sedang buruk. Kedua, Rasio Kecukupan Modal (Capital Adequacy Ratio) yang mengindikasi sejauh mana bank memiliki dana kas untuk membackup kondisi kerugian yang dialami bank. Jika dilihat dari data pada pertengahan tahun ini, rasio kredit macet tercatat 2,9% dari angka wajar yang ditetapkan Bank Indonesia sekitar 5%, jadi bisa diartikan NPL Indonesia masih tergolong aman sampai saat ini. Sementara itu rasio kecukupan modal indonesia juga tergolong aman dengan CAR sebesar 24,6% dimana batas aman yang ditetapkan oleh BI pada angka 8%.

Dari ketiga faktor yang berpotensi menjadi sumber resesi di berbagai negara dunia tersebut bisa dilihat indonesia masih memiliki imunitas ekonomi yang baik, ketahanan energi khususnya batu bara masih kuat jika ini dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk kepentingan bangsa dan negara, maka indonesia akan aman dari gangguan krisis energi. Sementara itu keterjangkauan harga pangan Indonesia masih cukup baik dengan skor 81,5 poin dengan Indeks ketahanan pangan Indonesia meningkat sebanyak 1.7 % pada tahun 2022 walaupun ketersediaan pasokan, kualitas dan keamanan, serta keberlanjutan dan adaptasi pangan masih lemah namun pemerintah terus mendorong untuk menaikkan skor indikator tersebut. Ketahanan perbankan masih tergolong sehat dengan kenaikan inflasi yang cukup terkendali sebesar 5.95% jika dibandingkan dengan negara lain.

Walaupun dari tiga faktor tersebut indonesia tergolong negara yang kecil kemungkinan terdampak potensi resesi ekonomi global 2023, namun kewaspadaan akan segala ketidakpastian yang akan terjadi dimasa depan harus ditingkatkan. Beberapa hal kemungkinan yang akan tetap terjadi di indonesia, hal ini tetap menjadi kewaspadaan dan harus dipandang serius, diantaranya potensi harga barang dan BBM mungkin saja masih berpotensi naik, potensi terjadinya pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan yang memiliki masalah keuangan demi melakukan efisiensi anggaran, nilai tukar rupiah terhadap dollar diprediksi juga semakin berpotensi melemah karena permintaan dollar yang semakin meningkat. Beberapa hal ini tentu harus diperhatikan oleh pemerintah untuk kemudian melakukan kebijakan yang bisa menjaga kestabilan kondisi ekonomi.

Kewaspadaan menjadi kunci imunitas ekonomi terhadap kemungkinan yang akan terjadi, sementara kepanikan akan berujung pada kekacauan. Oleh karena itu penting bagi kita memahami lebih jauh membaca situasi saat ini dan kemungkinan yang akan terjadi di masa depan. Menjadi tetap produktif, selektif dalam pengelolaan pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah langkah kecil yang akan tetap menjaga kestabilan ekonomi rumah tangga.

Disamping itu penguatan ekonomi kerakyatan yang telah berkontribusi besar terhadap PDB harus tetap menjadi prioritas oleh pemerintah guna menjaga PDB Indonesia agar kokoh. Penguatan sektor pangan dan energi juga harus berdaulat demi menjaga ketahanan energi dan pangan Indonesia.

Dengan demikian, melihat hubungan masalah ekonomi global yang tidak terintegrasi langsung dengan kondisi ekonomi Indonesia pada saat ini, diprediksi Indonesia akan mampu survive jika resesi ekonomi global terjadi, diprediksi kemungkinan kecil akan berdampak sehingga diharapkan tidak berpengaruh signifikan yang menyebabkan resesi berkelanjutan apalagi krisis ekonomi. Semoga saja. (***)

Penulis merupakan Direktur Kajian dan Riset IDE

Print Friendly, PDF & Email

KataTerkait

Kapan Berakhirnya Covid-19?

admin

Penanganan Sampah di Perkotaan Harus Dilakukan Secara Efektif

rasid

RUU KUHP Yes, Pasal Penghinaan No

rasid