Lebih Dari Sekadar Kata
Rahmad Nuryadi Putra. (Foto: istimewa)

Refleksi Pemilu 2019 dan Pilkada Serentak 2020 Menyongsong Pemilu 2024

Oleh: Rahmad Nuryadi Putra, S.IP, M.IP

Tidak ada satupun negara yang mengklaim dirinya sebagai negara demokratis tanpa penyelenggaraan pemilihan umum.”

Kalimat ini menegaskan pemilihan umum sebagai sarana kedaulatan rakyat untuk memilih pemimpin dan wakil-wakil pada unsur pemerintahan. Dengan kata lain, penyelenggaraan pemilu mempertemukan hak dipilih (kandidat/calon) dan hak memilih (pemilih). Pemilihan umum 2019 merupakan pemilihan secara serentak pertama kali dengan memilih Presiden dan Wakil Presiden bersamaan dengan wakil-wakil rakyat di lembaga legislatif.

Secara teknis, ada 5 (lima) kotak suara yang disediakan oleh Komisi Pemilihan Umum untuk rakyat menyalurkan hak suaranya sebagai warga negara diantaranya Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Dengan perubahan kearah pemilihan serentak maka terdapat kebiasaan baru yang dialami oleh penyelenggara dalam menyukseskan pemilihan umum 2019.

 Kebiasaan Baru

Sejak era 1955, pemilihan umum merupakan sarana bagi pemilih untuk memilih langsung wakil-wakil rakyat dengan memberikan hak suara (mencoblos). Hingga sampai tahun 2019 kebiasaan ini terus menjadi pegangan bagi penyelenggara untuk memudahkan warga negara menggunakan hak pilihnya. Cara mencoblos yang dilakukan oleh warga negara yang terdaftar merupakan kebiasaan yang sudah turun temurun bagi penyelenggara dan pemilih untuk menjalankan pesta demokrasi seperti pemilihan umum. Dari sisi penyelenggaraan terutama ditingkat Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tetap diselenggarakan sebanyak 7 (tujuh) orang. Namun, era pemilu sebelumnya KPPS hanya menyelenggarakan pemilihan wakil-wakil rakyat baik ditingkat pusat hingga daerah.

Kebijakan keserentakan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta wakil rakyat tingkat pusat dan daerah inilah yang disebut sebagai kebiasaan baru dalam sejarah pemilihan umum di Indonesia. Kebiasaan baru ini menyita perhatian seluruh warga negara karena yang tampil secara leader opinion adalah isu pemilihan presiden dan wakil presiden. Dengan bertambahnya jumlah kotak suara yang disediakan tidak serta merta menambah jumlah penyelenggara KPPS. Karena tidak ada yang berubah tugas dan fungsi dari penyelenggara KPPS tersebut. Kebiasaan baru ini juga dirasakan penyelenggara pemilu dengan jumlah KPPS yang sama ikut menyukseskan pemilihan umum 2019 dengan 5 (lima) kotak suara sekaligus.

Kebiasaan baru ini beriringan dengan tantangan yang dihadapi oleh penyelenggara. Tantangan itu berupa kesiapan penyelenggara dalam menyukseskan penyaluran hak bagi warga negara yang ikut mencoblos 5 (lima) surat suara tersebut. Soal waktu barangkali sudah menjadi kebiasaan bagi penyelenggara KPPS  untuk pemungutan suara sejak jam 07.00 pagi hingga jam 13.00 siang. Rentang waktu itu, menjadi cukup dengan adanya kebijakan 300 pemilih untuk setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS). Peristiwa ini juga melahirkan kebiasaan baru bagi penyelenggara KPPS yakni sejak jam 13.00 siang sudah boleh dimulai penghitungan suara untuk 5 (lima) surat suara yakni terdapatnya waktu yang panjang dalam hitungan matematis secara maksimal akan menghitung suara sebanyak 1.500 surat suara. Dengan hitungan tersebut maka waktu yang dibutuhkan lebih kurang 3-4 jam yang diprediksi sampai dengan jam 17.00 sore yang kemudian bisa sampai dengan waktu malam.

Seiring dengan hal tersebut, KPU mengeluarkan kebijakan rekapitulasi untuk menghitung suara menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap). Dengan kecanggihan sirekap itu sangat membantu kinerja penyelenggara PPS, PPK hingga KPU Kabupaten/Kota. Kebiasaan baru ini melahirkan inovasi baru pula untuk memudahkan penyelenggara dalam menjalankan tugas penyelenggara pemilu. Pemilihan umum 2019 merupakan pelajaran berharga untuk memulai kebiasaan baru yang dialami setiap penyelenggara.

Maju lebih selangkah, di tahun 2020. Adanya penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah secara serentak cukup menyita perhatian bagi penyelenggara bukan dari sisi teknis penyelenggara pemilu. Melainkan teknis yang tidak pernah diduga sebelumnya yakni terjadi penyebaran/penularan Corona Viruses Disease (Covid-19). Sisi teknis penyelenggara hampir sama dilakukan oleh penyelenggara sebagaimana teknis pemilihan umum 2019 baik ditinjau dari sisi tahapan hingga konteks pelaksanaan kegiatan pemilu.

Akibat covid-19 lahirlah kebijakan untuk menyelamatkan warga negara dalam menyalurkan hak suara pemilihan kepala daerah. Kebiasaan baru yang muncul dengan melaksanakan protokol kesehatan sebagaimana arahan dari pemerintah. Protokol kesehatan ini dilakukan pada setiap tahapan penyelenggaraan guna mengiringi berjalannya tahapan pilkada dengan menyelamatkan warga negara dari penularan covid-19. Kebiasaan baru ini merupakan kebijaksanaan untuk memastikan seluruh tahapan berjalan sesuai dengan jadwal dan memudahkan bagi warga negara untuk memilih di TPS.

 Refleksi Pemilihan Umum 2019 dan Pilkada 2020

Dengan segala dinamika yang ada, sudah menjadi cukup bukti bahwa pemilihan umum 2019 dan pemilihan kepala daerah 2020 merupakan pelajaran berharga untuk menyongsong pemilihan umum 2024. Sebagaimana merefleksi diri sendiri seperti itulah cara merefleksi pemilihan sebelumnya dengan jujur terhadap apa yang terjadi, mengenali kebiasaan yang dijalani, memahami yang terbaik untuk kesuksesan pemilihan umum, memaafkan segala kekurangan hingga memonitor refleksi penyelenggaraan yang dilakukan.

Jujur terhadap apa yang terjadi, ini menunjukkan sikap bahwa apapun yang terjadi pada pemilihan umum 2019 dan pilkada 2020 harus terbuka apa adanya agar menjadi pelajaran bagi peristiwa pemilihan umum yang akan datang. Pemungutan dan penghitungan suara di tingkat TPS yang lama menyitakan waktu bagi KPPS. Tak sedikit KPPS yang merasa kelelahan dan kewalahan karena memang tidak terbiasa dengan situasi pemilihan umum serentak tahun 2019. Kemudian ada yang menyelesaikan penghitungan hingga larut malam. Dampak dari waktu yang Panjang tentu menyita perhatian penyelenggara pemilu di tingkat PPS, PPK dan KPU hingga di level pengawasan pemilihan umum.

Mengenali kebiasaan yang dijalani, penyelenggara di tingkat KPPS menjadi tahu dan mengalami langsung pemilihan umum secara serentak tahun 2019 yang menyitakan waktu, tenaga dan pikiran untuk menyukseskan pemilihan umum di tingkat TPS. Pengenalan kebiasaan ini berdampak pada ketepatan sasaran dalam menjalani pemungutan dan penghitungan suara. Ada 5 (lima) surat suara dengan kategori pemilihan yang berbeda dengan ditandai warna khusus untuk pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

Selanjutnya mengenali pemilih untuk menggunakan hak suara di TPS juga menjadi perhatian utama karena setiap pemilih yang tepat sesuai dengan identitas akan bisa menggunakan surat suara dengan 5 (lima) warna berbeda ini menunjukkan bahwa warga tinggal disekitar TPS. Namun warga yang beridentitas diluar sekitar TPS akan mendapat surat suara sesuai dengan yang telah ditentukan. Kondisi itu, berpotensi terjadinya pemungutan dan penghitungan suara yang tidak tepat sasara jika tidak dibekali pemahaman yang tepat.

Memahami yang terbaik untuk kesuksesan pemilihan umum, ini merupakan kunci untuk bisa menyukseskan pemilihan umum tahun 2024 mendatang. Banyak sekali contoh penyelenggara KPPS sukses menyelenggarakan pemungutan dan penghitungan suara dengan tepat sasaran. Sehingga tidak menimbulkan masalah sekaligus memudahkan penyelenggara PPS, PPK dan KPU untuk melakukan rekapitulasi hingga terselenggaranya pleno rekapitulasi di setiap tingkatan.

Memaafkan segala kekurangan, terkadang kebiasaan baru yang tidak biasa dilakukan sulit untuk diterapkan. Perubahan itu tidak serta merta dalam sekejap untuk tepat sasaran. Hal ini menjadi catatan bagi penyelenggara dengan kebiasaan baru dan tantangan yang dihadapi tidak perlu untuk menyalahkan diri karena pada prinsipnya semua yang terjadi adalah manusiawi yang potensi melakukan kesalahan dan perbuatan tidak tepat sasaran. Perbuatan memaafkan ini menimbulkan semangat optimisme untuk terus memperbaiki diri dalam rangka menyukseskan pemilihan yang akan datang.

 Menyongsong Pemilihan Umum Tahun 2024

Memonitor refleksi penyelenggaraan yang dilakukan, tahapan pemilihan umum tahun 2024 sudah menjadi komitmen bersama seluruh elemen bangsa terus berjalan hingga pemungutan dan penghitungan suara tanggal 14 Februari 2024. Memantau tahapan pemilihan umum tahun 2024 dipandang dari sisi kesiapan SDM penyelenggara dan teknis penyelenggaraan. Kesiapan SDM tentu dimulai dari tahapan penyeleksian penyelenggara badan Ad Hoc.

SDM ini dinilai dari kemampuan dan kecakapan calon penyelenggara untuk mengetahui dan memahami tugas penyelenggaraan pemilihan umum. Disamping itu, KPU menyiapkan regulasi yang antisipatif terhadap potensi kerawanan rendahnya kesiapan penyelenggara. Diseleksi secara ketat agar diketahui kecakapan dan kemampuan, cek kesehatan secara umum dan khususnya tekanan darah, glukosa, kolesterol hingga penyakit penyerta (komorbiditas) serta dibatasi usia maksimal 55 tahun bagi KPPS.

Dari sisi teknis penyelenggaraan, pada prinsipnya KPU sebagai penyelenggara pemilihan umum menjalani tahapan demi tahapan untuk menyukseskan pemilihan umum tahun 2024. Hal ini dimulai dari pemutakhiran data pemilih, pendaftaran dan penetapan peserta pemilu, tahapan pencalonan, masa kampanye hingga pemungutan, penghitungan suara dan rekapitulasi. Semua tahapan itu akan diselenggarakan di setiap tingkatan penyelenggaraan dan diawasi oleh lembaga pengawasan pemilihan.

Dalam rangka menyongsong pemilihan umum tahun 2024, keterlibatan aktif semua elemen masyarakat dapat bersama-sama merefleksi pemilu masa lampau untuk lebih baik pada pemilu yang akan datang. Harus diakui penyelenggara pemilu 2024 akan menghadapi tantangan berupa beban kerja yang meningkat dan melebarnya arena kontestasi bagi para peserta pemilu. Dukungan dari semua pihak mulai dari pemerintah, peserta pemilu dan seluruh masyarakat menjadi kunci kesuksesaan pemilihan umum 2024. Tentu dengan segala kesiapan KPU dan Bawaslu akan terus memantau kinerja penyelenggara badan Ad Hoc.

Catatan berharga dari refleksi ini adalah mengetahui dan memahami segala kelemahan dan kekuatan diri sebagai penyelenggara. Sehingga mampu menjawab tantangan untuk menyukseskan pemilihan umum tahun 2024. Tentu sebagai penyelenggara untuk menjawab tantangan kedepan akan terus digembleng melalui pembekalan, pelatihan dan bimbingan teknis. Integrasi dari tahapan satu ke tahapan berikutnya akan memudahkan penyelenggara menyukseskan pemilihan umum mendatang.***

Penulis merupakan salah satu anggota Badan Penyelenggara Ad Hoc

Print Friendly, PDF & Email

KataTerkait

PR Besar Menanti Pj Wali Kota Pekanbaru Muflihun

rasid

Setangkai Azhar

rasid

Perbedaan Bahasa Menjadi Kesalahpahaman Antara Bangka dan Palembang

rasid