Lebih Dari Sekadar Kata
Aktivis HAM, Munir Said Talib (foto: istimewa)

Tepat 17 tahun kasus Munir, Komnas HAM bentuk tim pemantauan

KataKata.id – Selasa, 7 September 2021, tepat 17 tahun Munir Said Thalib, seorang Pembela Hak Asasi Manusia, dibunuh. terbunuhnya Munir dalam perjalanan menuju Belanda untuk melanjutkan studinya.  pada 2004 silam masih menyisakan misteri dan luka mendalam bagi kita semua. Terlebih, hingga saat ini negara belum juga mengungkap siapa aktor intelektual di balik pembunuhannya, serta mengungkap motif atas tindakan pembunuhan bermotif politik tersebut.

Tahun ini, tepat jelang satu tahun sebelum kadaluwarsanya kasus pembunuhan Munir, oleh karenanya dibutuhkan komitmen dan upaya serius dari negara untuk segera menuntaskan kasus ini. Sebelum pada akhirnya menjadi impunitas baru, sebagaimana yang terus terjadi pada mandeknya penyelesaian kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM yang berat di Indonesia, yang secara konsisten telah diperjuangkan Munir semasa hidupnya.

Baru-baru ini dalam laporan yang berjudul “Final warning: death threats and killings of human rights defenders”, Pelapor Khusus PBB untuk Pembela HAM, Mary Lawlor (2021), mengkritik kurangnya kemauan politik untuk mencegah pembunuhan terhadap pembela HAM.

Menurutnya, jika negara tidak memiliki kemauan politik untuk menyelidiki pembunuhan (pembela HAM) dengan benar, melakukan penuntutan kejahatan, dan meminta pertanggungjawaban kepada pelakunya, maka negara tidak dapat untuk mencegah pembunuhan (serupa) di masa depan. Sayangnya, sangat sedikit dari mereka—pelaku yang bertanggung jawab terhadap pembunuhan terhadap pembela HAM, yang pernah dimintai pertanggungjawaban.

Lebih jauh, laporan ini juga mengidentifikasi bahwa impunitas telah menjadi pendorong utama semakin banyaknya jumlah pembunuhan politik terhadap pembela HAM, karena pihak berwenang gagal dalam kewajiban mereka untuk mencegah pembunuhan ini, akibat kegagalan mereka mengadili para pelaku dengan benar.

Mengutip Elsam, bersamaan dengan 17 tahun pembunuhan Munir, sebagai langkah untuk mengakhiri impunitas atas kekerasan terhadap pembela HAM, penting bagi Presiden Joko Widodo, untuk segera mengambil langkah, memastikan aparat penegak hukum di bawahnya, melakukan pengungkapan dan proses penegakan hukum secara adil, dalam kasus pembunuhan terhadap Munir. Langkah ini penting untuk menjamin ketidak-berulangan kejahatan serupa di masa mendatang.

Selain itu, pemerintah juga semestinya mengakui peran dan kontribusi para pembela HAM dalam membangun masyarakat yang adil, termasuk dengan menyediakan mekanisme perlindungan untuk mencegah, menghadapi risiko dan serangan terhadap pembela HAM.

Sementara bagi Komnas HAM, penting segera melakukan proses penyelidikan pemeriksaan berdasarkan UU No. 39/1999 tentang HAM, terhadap tindak kekerasan dan serangan dalam berbagai bentuk, yang dialami oleh para pembela HAM pasca-Orde Baru, termasuk peluang untuk menindaklanjutinya dengan proses penyelidikan pro justisia, berdasarkan UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM.

Selain itu, mengingat lemahnya instrumen proteksi bagi pembela HAM, yang disediakan di level undang-undang, penting juga bagi Komnas HAM untuk menyiapkan berbagai mekanisme perlindungan bagi pembela HAM, mengacu pada tugas, fungsi dan wewenang yang dimilikinya.

Aktivis Imparsial, Al Araf menganggap pembunuhan Munir sudah memenuhi kriteria “sistematis” dan “meluas” seperti diatur dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Dari unsur sistematis, menurutnya, terlihat kesimpulan tim gabungan pencari fakta (TGPF) kasus Munir bahwa “ada permufakatan jahat” di baliknya.

“Baik itu pelaku lapangan, perantara sampai pemberi perintah, itu menunjukan realitas kerja sistematis dalam pembunuhan munir,” katanya dikutip dari BBC.

Adapun unsur meluas, lanjutnya, tidak bisa dilihat dari angka-angka atau jumlah korban.

“Tetapi dapat dilihat dari dampak pembunuhan Munir,” ujar Al Araf.

Dia meyakini dampaknya itu meluas pada upaya penuntasan berbagai dugaan pelanggaran HAM yang selama ini disuarakan mendiang Munir.

“Sehingga pembunuhan terhadap Munir, menjadi hambatan dalam upaya penyelesaian kasus-kasus tersebut,” tambahnya.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membentuk sebuah tim pemantauan dan penyelidikan kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib.

Langkah itu dilakukan untuk menentukan apakah kasus pembunuhan Munir dapat digolongkan sebagai pelanggaran HAM berat atau tidak.

“Sidang paripurna Komnas HAM hari ini menetapkan bahwa kami membentuk tim untuk menindaklanjuti ini berdasarkan UU 39/1999 [tentang HAM],” ujar Komisioner Komnas HAM, Sandrayati Moniaga dikutip dari CNN, dalam jumpa pers secara daring, Selasa (7/9/2021).

“Artinya belum ke penyelidikan langsung, karena memang prosesnya demikian. Jadi, kalau cukup bukti awal dia akan dinaikkan ke UU 26/2000 [tentang Pengadilan HAM],” sambungnya.

Tim itu diketuai oleh Beka Ulung Hapsara dengan anggota masing-masing M. Choirul Anam dan Sandrayati Moniaga.

“Jadi, statusnya sekarang Komnas HAM telah membentuk suatu tim untuk melakukan penyelidikan-pemantauan atas peristiwa pembunuhan saudara Munir,” tutup Sandrayati.

Editor : Rasid Ahmad

Print Friendly, PDF & Email

KataTerkait

PN Pekanbaru Terima 9 dari 11 Tuntutan Gugatan Asri Auzar Cs

rasid

Pria di Pekanbaru ini Nekat sayat Leher sendiri Usai cekcok dengan mertua

rasid

Dugaan Pelecehan Dosen Unri, SH Diperiksa Pakai Alat Deteksi Kebohongan

rasid